Pengajian Kamisan #3 Majelis Diktilitbang PPM: Prof Din Bagikan Kisahnya “Bertransmigrasi” dari NU ke Muhammadiyah

Pengajian Kamisan #3 Majelis Diktilitbang PPM: Prof Din Bagikan Kisahnya "Bertransmigrasi" dari NU ke Muhammadiyah
Pengajian Kamisan #3 Majelis Diktilitbang PPM: Prof Din Bagikan Kisahnya "Bertransmigrasi" dari NU ke Muhammadiyah

Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah menyelenggarakan Pengajian Kamisan #3 pada Kamis, (26/10). Pengajian kali ini bertemakan “Migrasi NU ke Muhammadiyah: Rujukan Khusus Muhammad Sirajudin Syamsuddin” yang dipandu oleh Prof Dr H Khudzaifah Dimyati SH MHum, Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PPM, sebagai moderator. Kegiatan ini menghadirkan narasumber Prof H Din Syamsuddin MA PhD, Ketua Umum PP Muhammadiyah Periode 2005-2015. Prof H Achmad Jainuri MA PhD, Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah hadir untuk memberikan pengantar sebagai pembuka kegiatan Pengajian Kamisan.

Prof Achmad Jainuri mengawali dengan menyampaikan sekilas adanya mobilitas horizontal dan vertikal dalam hidup Prof Din Syamsuddin dalam perjalanannya melakukan “transmigrasi” dari lingkungan NU ke Muhammadiyah. “Luar biasa sekali pengalaman beliau ini yang nanti akan beliau bagikan kepada kita semua. Terutama kaitannya dengan kiprah beliau di PP Muhammadiyah dalam memperkuat jejaring di ranah internasional,” tambahnya. Ia tidak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada Prof Din atas kesanggupannya hadir mengisi Pengajian Kamisan.

Memasuki inti kegiatan, Prof Din menyampaikan tentang kisah hidupnya berkecimpung di lingkungan NU semasa ia dibesarkan di Sumbawa, khususnya ketika SD. “Tetapi, yang kemudian saya sadari, dalam konteks kondisi di luar Jawa, banyak orang-orang NU yang tergabung bukan dengan tujuan ideologis, melainkan tujuan politis. Ini makin terlihat ketika Orde Baru, banyak di antara mereka kemudian masuk ke Golkar,” sela beliau. Selanjutnya, kisahnya melompat pada jenjang pendidikan yang ia tempuh di Pondok Modern Darussalam Gontor.

Prof Din menegaskan bahwa sekalipun Gontor menyatakan posisinya yang tidak NU tidak Muhammadiyah, tetapi “warna Muhammadiyah”-nya terasa lebih kuat. Masa-masa inilah yang pada akhirnya memberikan pengaruh besar dalam diri Prof Din. “Saya bisa mengatakan bahwa 60% bagian dalam hidup saya terbentuk dari pengalaman yang saya peroleh di Gontor,” tegasnya. Termasuk juga, keputusan Prof Din yang mantap untuk memilih bergabung ke organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) semasa kuliahnya di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, setelah sempat bimbang untuk masuk ke Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Salah satu pertimbangan kuat Prof Din, sebagaimana beliau sampaikan, adalah bahwa IMM memiliki laboratorium kepemimpinan, yakni Muhammadiyah. “IMM punya jenjang kepemimpinan, mulai dari Ranting, Cabang, dan seterusnya. Di samping itu, banyak tokoh-tokoh yang saya kagumi ternyata merupakan tokoh Muhammadiyah,” tambah Prof Din. Dimulai dari sini, beliau semakin mendalami pengalamannya di Muhammadiyah.

Pada akhir Pengajian Kamisan, Prof Din menyimpulkan bahwa paparan NU dan Muhammadiyah yang pernah diperolehnya dalam hidup membuatnya tidak memiliki sentimen yang kuat terhadap NU. “Sekalipun, pada akhirnya, saya bangga dan bersyukur dapat bergabung di Muhammadiyah dan berkesempatan memperkuat nilai kemuhammadiyahan. Dan, bagi yang barangkali punya pengalaman yang sama, saya punya pendapat pribadi, bahwa pengalaman ‘bertransmigrasi’ ini justru akan membuat kita lebih kuat berkomitmen untuk berdakwah di Muhammadiyah dibandingkan dengan mereka yang dari lahir sudah Muhammadiyah,” tutupnya.[] RAS

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*