Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah kembali menggelar kegiatan rutin yakni Pengajian Kamisan. Dalam Pengajian Kamisan ke-8 kali ini mengusung tema “Penerimaan Mahasiswa Berseri PTN-BH dan Dampaknya Bagi PTS”. Pengajian berlangsung pada Kamis, (30/5/2024) secara daring lewat Zoom Meeting dan bisa disimak kembali di kanal YouTube Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah.
Pengajian Kamisan diikuti oleh pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) se-Indonesia. Hadir selaku narasumber yakni Prof Dr Ir Gunawan Budiyanto, MP IPM ASEAN Eng, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Dalam penyampaian awal, Gunawan menjelaskan dinamika perkembangan antara Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dalam menerima mahasiswa baru dari waktu ke waktu.
“Sejak dahulu, PTS selalu mendapat limpahan mahasiswa dari PTN. Kemudian PTS kecil mendapat limpahan dari PTS besar. Hal ini merupakan bagian ritme dari PTS khususnya PTMA, yang pada akhirnya berkembang dengan cukup baik.”
Akan tetapi, Gunawan mengatakan bahwa PTMA tidak boleh terlalu nyaman dengan adanya limpahan mahasiswa dari PTN. Akan ada waktunya PTN, PTS maupun PTMA akan head to head dan itu terjadi pada penerimaan mahasiswa baru pada tahun 2023.
“Berdasarkan peraturan penerimaan mahasiswa baru Program Diploma dan Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri di Permendikristek No. 48 tahun 2022. Kuota seleksi Jalur Mandiri di PTN – Badan Hukum (BH) sampai 50 persen. Hal tersebut berdampak pada PTS di seluruh Indonesia yang mengalami penurunan jumlah mahasiswa baru tahun 2023.”
Tantangan Penerimaan Mahasiswa Baru bagi PTS/PTMA
Di tengah minimnya anak-anak muda bangsa yang memiliki akses ke perguruan tinggi, PTS kini mengeluhkan adanya ekosistem persaingan yang tidak sehat dengan PTN. Hal ini terlihat dari eksistensi PTS yang mulai “oleng” karena sulit mendapat mahasiswa baru. Kemampuan PTS membiayai kegiatan operasionalnya menjadi terdampak. Akibatnya, PTS menghadapi tantangan untuk lebih fokus meningkatkan mutu, relevansi, dan daya saing.
Sebelum adanya peraturan Permendikristek No. 48, kata Prof Gunawan, jumlah kuota dalam penerimaan mahasiswa baru di PTN menerima minimum 20 persen melalui jalur SNBP, 40 persen jalur SNBT, dan 30 persen jalur Mandiri. Setelah adanya peraturan tersebut, PTN-BH dinaikan, dimana penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi jalur mandiri maksimum 50 persen.
Berdasarkan data Kemendikbud Ritek, jumlah mahasiswa di PTS sebanyak 4,49 juta orang sepanjang tahun. Sebanyak 3.37 juta mahasiswa menempuh pendidikan di PTN. Sementara, jumlah PTS dan PTMA di Indonesia jika digabungkan sebanyak 3.820 Perguruan Tinggi, sedangkan jumlah PTN-BH dan Non PTN-BH sebanyak 184 Perguruan tinggi. Jika setiap tahunnya SLTA meluluskan siswanya sebanyak 10.000 orang, maka 3.820 PTS akan bersaing untuk mendapatkan 2.000 – 3.000 siswa, sedangkan 7.000 – 8.000 siswa telah masuk di PTN-BH maupun Non PTN-BH.
“Hal ini menjadi dilema PTS/PTMA jika kuota jalur mandiri (Maks. 50%) sampai dengan akhir bulan Juli belum terpenuhi dan proses penerimaan mahasiswa baru tetap berjalan. Maka ini merupakan tantangan bagi PTS/PTMA karena berkurangnya kuota mahasiswa yang mendaftar,” ujar Gunawan.
Dengan melihat realitas yang terjadi saat ini, Gunawan mengajak untuk terus aktif dalam membranding dan mempromosikan PTMA. Hal ini bisa dilakukan dengan banyak cara. Misalnya melalui survey mahasiswa, pelayanan fasilitas kampus, aktif di seluruh platform media sosial, adanya mahasiswa berprestasi, alumni berprestasi, dll. Intinya bagaimana PTMA bisa berjuang dan meningkatkan kreativitas dalam membranding dan mempromosikan kampus khususnya kepada calon mahasiswa baru. Hal ini bisa menjadi langkah untuk menarik para calon mahasiswa untuk bergabung di PTS/PTMA di tengah gempuran naiknya kuota mahasiswa di PTN. []ic
Be the first to comment