Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah kembali menggelar kegiatan rutin yakni Pengajian Kamisan. Dalam Pengajian Kamisan ke-7 kali ini mengusung tema “Kewirausahaan Umat”. Pengajian berlangsung pada Kamis, (25/4/2024) secara daring lewat Zoom Meeting dan bisa disimak kembali di kanal YouTube Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah.
Pengajian Kamisan diikuti oleh pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) se-Indonesia. Hadir selaku narasumber yakni Prof Dr Ahmad Alim Bachri, MSi selaku Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Kalimantan Selatan.
Prof Achmad Jainuri, PhD menyampaikan tema “Kewirausahaan Umat” sangat penting untuk menumbuhkan kembali tradisi berwirausaha di Muhammadiyah. Bagi Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah itu, tradisi wirausaha mulai pudar dan bergeser ke profesi kepegawaian serta pelayanan. “Kewirausahaan umat ini dalam rangka menumbuhkan kembali tradisi usaha yang mulai pudar. Dahulu para pengusaha merupakan pendukung utama Muhammadiyah, namun seiring berjalannya waktu tradisi itu lambat laun mengarah pada kepegawaian dan pelayanan,” jelasnya.
“Melalui Pengajian Kamisan ini, kami meminta Prof Alim untuk berbagai kiat-kiat dalam berwirausaha. Semoga penjelasannya nanti mampu meningkatkan motivasi berdagang dan mengembalikan tradisi yang pernah berjaya saat awal Persyarikatan didirikan. Sehingga sebagai umat Islam kita turut mengambil andil mengelola kebutuhan pokok manusia dan meraih fadhilah berdagang,” harap Prof Jainuri.
Tata Kelola Kewirausahaan Kampus
Selanjutnya, sebagai pemimpin yang mulai mengembangkan ULM menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebagai Badan Layanan Umum (BLU), Prof Alim menegaskan berdasarkan Undang-undang tentang BLU bahwa PTN-BLU seharusnya meningkatkan layanan pendidikan dengan kualitas yang semakin baik dengan biaya penyelenggaraan biaya makin murah.
Akan tetapi, kata Prof Alim, tidak bisa dipungkiri bahwa yang namanya biaya pendidikan sekarang ini adalah semakin mahal. Sementara tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteran masyarakat kalau diukur dari sisi income per kapita. Sebab itu, Ia menekankan perlunya ada terobosan-terobosan baru dalam rangka menjadikan setiap perguruan tinggi untuk memperoleh income generating yang tidak mengandalkan semata-mata dari uang kuliah Tunggal atau SPP.
“Bahkan dalam undang-undang itu sebenarnya konsep biaya pendidikan murah berarti ukt-nya harus semurah mungkin. Lalu kualitas harus ditingkatkan melalui pendapatan income generating dari perguruan tinggi yang kita kelola, termasuk di dalamnya perguruan tinggi Muhammadiyah. Karena saya kira konsepnya tidak akan jauh berbeda. Seperti konsep awal pengembangan organisasi Muhammadiyah lahir dari gerakan-gerakan para saudagar yang ingin mendermakan sebagian hartanya untuk Persyarikatan,” jelas Prof Alim dalam pengantarnya.
Prof Alim bercerita semenjak menjadi Rektor ULM pada tahun 2023, pada peneriman mahasiswa baru jalur mandiri, ULM tidak memberlakukan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) terutama di Fakultas Kedokteran yang jumlahnya ratusan juta per kursi. Kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka mengimbangi kebutuhan peningkatan income generating yang bersifat sustainable.
Adapun langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh Prof Alim dalam melakukan terobosan melalui tata kelola kewirausahaan di kampus yaitu:
Pertama, pemulihan atau mengoptimalkan seluruh potensi aset yang dimiliki ULM untuk mendapatkan income generating. “Di ULM kami melakukan pendataan dan pemetaan kemudian dilakukan pendekatan pemasaran terhadap aset-aset yang berpotensi menghasilkan pendapatan sesuai dengan akuntansi keuangan negara dan peraturan pemerintah,” ungkap Prof Alim.
Melihat aturan-aturan yang mengikat tersebut, Prof Alim memandang sistem mengelola aset ini akan lebih fleksibel pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS), dibandingkan PTN. “Sebagai PTN, ULM memerlukan strategi dan pendekatan tersendiri agar tidak melanggar peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sistem pengelolaan aset dan keuangan,” jelasnya.
Kedua, menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan swasta. Selama menjabat Rektor ULM, ia telah melakukan beberapa inisiasi yang ada di Kalimantan Selatan. Di antarannya dengan optimalisasi pemanfaatan CSR terhadap perusahaan-perusahaan pertambangan batu bara. Selain itu, ia juga bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan untuk pengelolaan lahan pasca tambang.
Lebih lanjut, Prof Alim menyampaikan tentang pentingnya menghindari praktik kapitalisme dalam pengelolaan kewirausahaan kampus. Salah satu contohnya adalah praktik sumbangan yang jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah untuk jalur mandiri, terutama pada Fakultas Kedokteran. Menurutnya, praktek itu merupakan bentuk kapitalisme pendidikan yang tidak seharusnya dilakukan, karena akan memberatkan masyarakat. “Sebagai Rektor ULM, saya menegaskan bahwa praktik seperti ini tidak boleh dilakukan. Pemerintah harus hadir untuk meringankan beban masyarakat dalam mendapatkan pendidikan berkualitas. Sumbangan harus menjadi opsi, bukan syarat mutlak yang menghalangi akses pendidikan,” tegasnya.
Meskipun banyak yang mempertanyakan kebijakan karena tidak menerapkan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPI) sebagai sumber pendanaan tambahan untuk universitas. Prof Alim mengatakan karena tidak ingin membatasi akses pendidikan, terutama masyarakat dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Selain itu, penolakan sumbangan SPI untuk menghindari fitnah terhadap pimpinan perguruan tinggi.
“Sebagai gantinya, saya menggunakan kesempatan ini untuk meminta dukungan pemerintah dalam bentuk alokasi anggaran dari APBN untuk ULM. Meski tidak menerapkan SPI, pendapatan dari Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN) meningkat dari 19 miliar menjadi 54 miliar 880 juta rupiah, menunjukkan pertumbuhan sekitar 185 persen,” terangnya.
Sejalan dengan itu, pihaknya juga menerapkan langkah strategis lainnya. Salah satunya melakukan pengelolaan pertanian dan agribisnis. Dalam konteks ini, Prof Alim mengingatkan pentingnya memberikan kesadaran kepada mahasiswa bahwa pertanian dan agribisnis merupakan sektor usaha yang memiliki potensi besar. Mahasiswa harus dipersiapkan untuk menjadi pelaku usaha di sektor pertanian setelah lulus, sehingga produktivitas nasional dapat meningkat.
“Melalui pendekatan kolaboratif antara perguruan tinggi, pemerintah, dan dunia usaha, diharapkan dapat terwujud peningkatan pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Melalui pengembangan sektor pertanian dan agribisnis. Sehingga masyarakat mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa ini,” tutup Prof Alim []Ron
Be the first to comment