Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menjadi tuan rumah dalam agenda Gender Conference Women’s Right in Islam (GCWRI). Agenda ini dilaksanakan pada 14 hingga 16 Mei 2023 di Convention Hall Masjid Walidah Dahlan UNISA Yogyakarta. Kegiatan ini menjadi wadah bagi para ulama, intelektual, dan aktivis dari berbagai penjuru dunia untuk berbagi pengalaman dan merumuskan langkah strategis dalam memajukan hak-hak perempuan.
Konferensi ini berangkat dari kesadaran akan pentingnya meluruskan pemahaman mengenai kedudukan perempuan dalam Islam. Meskipun Islam menjunjung tinggi kesetaraan gender, bias patriarkis masih mendominasi realitas sosial yang menghambat perempuan untuk mendapatkan hak-haknya secara penuh. Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, melalui ‘Aisyiyah, telah lama menjadi pelopor dalam memperjuangkan kesetaraan kolaboratif antara laki-laki dan perempuan.
Rektor UNISA Yogyakarta, Warsiti, SKp MKep SpMat memberikan sambutan saat pembukaan GCWRI di Auditorium Masjid Walidah Dahlan UNISA Yogyakarta. “Saat ini, kita berkumpul sebagai komunitas yang memiliki beragam suara, disatukan oleh komitmen bersama untuk mengeksplorasi, memahami, dan menegakkan hak-hak perempuan dalam kerangka Islam.”
Konferensi global ini akan dihadiri oleh 200 peserta perwakilan dari negara-negara yang beragam. Seperti Mesir, Amerika Serikat, Inggris, Bosnia-Herzegovina, Belanda, Palestina, dan banyak lagi. Partisipasi yang luas ini menandai pentingnya isu hak-hak perempuan dalam konteks Islam, serta keinginan untuk memperluas dialog dan kerjasama lintas batas.
Islam Menjunjung Tinggi Kesetaraan
Warsiti mengatakan tujuan dari konferensi ini yaitu untuk menegaskan kembali prinsip-prinsip Islam yang menjunjung tinggi hak dan kesetaraan perempuan. Islam sendiri menurut Warsiti sejatinya telah memberikan berbagai pedoman mengenai hak-hak perempuan, kesetaraan, dan peran perempuan dalam pemberdayaan. Akan tetapi pada realitasnya masih terdapat banyak ketidakadilan.
“Hak-hak perempuan terus ditentang dan dilanggar di berbagai belahan dunia. Praktik budaya yang merugikan, salah tafsir terhadap teks agama, dan bias gender yang mengakar berkontribusi terhadap berlanjutnya diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan,” terangnya.
Oleh karena itu, konferensi ini juga bertujuan untuk memperbaiki kesalahpahaman yang mengurangi peran perempuan. Mengidentifikasi strategi dan mekanisme yang mendorong keadilan gender dalam Islam, dan pada akhirnya mengembangkan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti dan perempuan dapat berkontribusi.
UNISA Yogyakarta Menjadi Panggung Perjuangan Hak-hak Perempuan
Sebagai universitas yang didirikan oleh organisasi perempuan Islam, Warsiti menegaskan komitmen UNISA Yogyakarta untuk memberdayakan perempuan. “Kehadiran kampus ini merupakan bukti nyata keterlibatan aktif dan kontribusi berarti perempuan muslim terhadap masyarakat dan kemajuan umat manusia.”
Warsiti juga berkomitmen bahwa kampus akan memberdayakan para perempuan muslim progresif sebagaimana mewujudkan salah satu misi UNISA Yogyakarta. “Sebagai ciri khas kampus ini, UNISA Yogyakarta berkomitmen untuk memberdayakan perempuan muslim progresif. Sebagaimana tercermin dalam salah satu misi universitas yakni mengembangkan studi dan memberdayakan perempuan dalam kerangka Islam progresif.”
Warsiti berharap konferensi global ini akan mampu menjadi katalis perubahan positif, membimbing kita menuju dunia di mana hak-hak perempuan dihormati.” []ic
Be the first to comment