Kata sinergi sering dilontarkan pada beberapa event seperti pelatihan, Coaching and Counseling, atau bahkan pada sesi rapat tim atau kelompok. “Sinergi” juga acap kali menjadi kata kunci bagi seorang pemimpin guna menunjang efektifitas dan kerja sama anggotanya. “Kita harus saling bersinergi untuk membangun perguruan tinggi yang unggul”, “target akan tercapai jika kita saling bersinergi”. Statement itu tentu tidak asing terdengar ditelinga. Sebuah pepatah menyebutkan saling bersinergi 1+1 bisa sama dengan 100. Namun tanpa sinergi 1+1 sama dengan 2. Pepatah ini dikuatkan oleh Stephen Covey dalam bukunya 7 Habits of Highly Effective People, jika 1 + 1 = 3, maka itulah yang disebut “Synergy”. Melalui sinergi, adanya kerja sama dan pola pikir saling melengkapi perbedaan dapat menghasilkan kinerja yang memuaskan. Sinergi itu saling bahu membahu antara berbagai pihak dalam organisasi. “Sejarah mencatat kejatuhan banyak organisasi dikarenakan tidak solidnya mereka yang diberi amanah,” begitu papar Amin Wibowo, SE MBA PhD. Direktur/Kepala Program Studi MM Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini beranggapan sinergi perlu dikuatkan oleh seorang pemimpin. Hal ini berkaitan karena pemimpin tidak hanya berperan dalam memberikan arahan pada anggotanya namun juga harus apik bermain peran sebagai pihak yang dapat mengembangkan gambaran yang kaya tentang anggotanya, menghilangkan hambatan antara diri sendiri dan orang lain, menunjukkan empati, dan mengetahui keunikan (autentik) tentang mereka. Hal ini rupanya dapat digunakan untuk mengecilkan percikan konflik yang dapat terjadi dalam sebuah organisasi. Serta dapat mewujudkan adanya sinergisitas antar pihak baik secara eksternal maupun internal.
Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan ideal?
Mendiskusikan pemimpin yang ideal dimulai dengan melihat konsep pemimpin. Tidak akan ada pemimpin jika tidak ada yang dipimpin. Idealnya seorang pemimpin dilihat dari kacamata mereka yang dipimpin. Namun, paling tidak ada kata kunci yang diidamkan dari seorang pemimpin, yaitu adil dalam memimpin.
Upaya apa yang dapat dilakukan dalam membentuk pola kepemimpinan yang ideal?
Tidak akan ada pemimpin jika tidak ada yang dipimpin, berarti ada hubungan (relationship) antara dua pihak. Untuk memulai membangun hubungan tersebut, sebaiknya dimulai dengan menjawab pertanyaan siapa saya dan apa yang saya lakukan. Karena kepemimpinan muncul dan berkembang dari dalam. Menjadi pemimpin adalah suatu proses pengembangan diri secara berkesinambungan. Tantangannya adalah memahami diri sendiri untuk menemukan karunia kepemimpinan yang dianugerahkan Allah untuk menjadi pemimpin.
Apa ciri khas gaya kepemimpinan yang harus dimiliki oleh pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA)?
Karena setiap orang dianugerahi kapasitas, maka pertama seorang pemimpin bersedia untuk mencurahkan usaha pada pertumbuhan dan pengembangan personal diri kita sebagai pemimpin. Gaya kepemimpinan yang diawali dengan self-awareness yang berisi dengan nilai-nilai keyakinan dan filosofi Muhammadiyah (yang tentunya berdasar tuntunan Al Quran dan Hadits), dilanjutkan dengan unbiases processing dalam memberikan interpretasi atas kejadian, mempertimbangkan semua sudut pandang agar menghasilkan keputusan yang adil, relational authenticity dengan memelihara hubungan yang terbuka dan saling percaya, dan authentic behavior yang diekspresikan sebagai core beliefs kongruen dengan kata dan perbuatan.
Upaya apa yang dapat dilakukan dalam membangun budaya organisasi menuju Perguruan Tinggi yang unggul?
Budaya bermula dari adanya nilai-nilai yang disepakati, sikap yang terpatri, tradisi organisasi yang menentukan norma perilaku dan praktik yang disepakati serta gaya mengerjakan tugas pekerjaan. Untuk membangunnya harus dicontohkan oleh para pemimpin yang memiliki definisi diatas dan dicerminkan dalam karakter dan personalitas para pemimpin.
Bagaimana upaya dalam mengecilkan konflik yang dapat terjadi antara PTMA, Persyarikatan, dan pemangku kepentingan?
Konflik sering terjadi karena satu pihak tidak memahami secara utuh pihak lain. Untuk itu diperlukan upaya mengembangkan gambaran yang kaya tentang orang lain, menghilangkan berbagai hambatan antara diri sendiri dan orang lain, menunjukkan empati secara tulus terhadap orang lain, dan membuat orang lain mengetahui keunikan (autentik) tentang diri mereka.
Bagaimana strategi PTMA dalam mengoptimalkan sinergitas PTMA dengan pemangku kepentingan ke depannya?
Strategi selalu diawali dengan dua analisis, yang pertama pahami lingkungan, dan yang kedua pahami diri-sendiri. Oleh karena itu, menjadi tugas PTMA untuk menajamkan antena sosial agar paham dengan lingkungan yang dihadapinya dan sekaligus memahami kekuatan dan kelemahan diri agar mampu bekerja dengan baik.
Apa saran dan harapan Bapak untuk pimpinan PTMA dalam mewujudkan adanya sinergisitas?
Tiga hal yang dapat dilakukan yaitu beranilah keluar dari zona nyaman untuk menutup kesenjangan kompetensi, dan memotivasi diri agar lepas dari belenggu dan kendala masa lalu.Kedua, jangan merasa sudah sempurna dalam belajar. Ketiga, tempatkan diri anda pada posisi orang yang menjadi objek sebuah keputusan supaya paham bagaimana rasanya jika anda berada disana.
Apa saran dan harapan dari Bapak untuk Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah dalam menjaga sinergitas antara PTMA dan pemangku kepentingan?
Majelis ini adalah intermediary dari berbagai pihak. Sebagaimana intermediary yang lain, maka keberadaanya hanya bermanfaat jika mereka yang dipertemukan oleh majelis mendapat manfaat. Untuk itu memahami kebutuhan antar pihak agar majelis memberikan manfaat menjadi sangat penting, di antara berbagai kepentingan yang perlu disinergikan. []APR
Be the first to comment