Kondisi punggung pendidikan di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Terlebih jika dilihat menggunakan kacamata Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang masih didominasi dalam keadaan yang kurang sehat. Paparan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf yang dilansir melalui kanal kompas.com. Perkembangan PTS dan PTN juga memunculkan dikotomi. Hal ini dapat dilihat dari pola belanja negara khususnya di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Pembinaan atau bantuan yang diperuntukkan bagi perguruan tinggi swasta kurang dari 6 persen dari anggaran. Sementara PTN menerima kurang lebih 94 persen dari total anggaran. Menanggapi hal tersebut, Muhammad Samsudin juga mengaitkan dengan fenomena lain yang dialami PTS khususnya Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA). Terjadinya peluruhan mahasiswa dengan penurunan jumlah mahasiswa di PTMA mencapai 30 persen. Hal ini menjadi tantangan dikarenakan sumber dana pendapatan PTMA yang sebagian besar sumbernya dari mahasiswa. “Sehingga dibutuhkan strategi untuk mengantisipasi angka penurunan mahasiswa baru dan bagaimana strategi penerimaan mahasiswa baru,” paparnya melalui webinar Majelis Diktilitbang PPM. Melihat fenomena tersebut, Warta PTM edisi Maret-April mengangkat tema mengenai “Promosi dan Jejaring Meningkatkan Mahasiswa Baru” dengan mewawancarai sejumlah narasumber diantaranya Dr Ridwan SH MH selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Bima, Assoc Prof Dr Jebul Suroso selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Dr Doddy Irawan ST MEng selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Pontianak, Didi Franzhardi MPd selaku Ketua STKIP Muhammadiyah Oku Timur, dan Nur Hidayat SKM MMKes selaku Ketua STIKES Muhammadiyah Ciamis.
Dikotomi PTS dan PTN, Mitos atau Fakta?
“Memang ada faktanya begitu,” papar Dr Ridwan SH MH membuka diskusi mengenai dikotomi antara PTN dan PTS. Sampai saat ini, PTN masih menjadi pilihan pertama oleh sebagian calon mahasiswa. Dr Ridwan menyebutkan salah satu faktor yang mendukung karena PTN dianggap memiliki biaya kuliah yang lebih murah. Sependapat dengan hal tersebut, Dr Doddy Irawan ST MEng menambahkan bahwa persepsi masyarakat mengenai PTN lebih unggul ini masih ada. Keunggulan bisa dilihat dari segi fasilitas serta kuantitas lulusan menurutnya. Fakta tersebut juga ditepas oleh Assoc Prof Dr Jebul Suroso yang melakukan riset mengenai peminatan mahasiswa baru di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP).
Hasilnya, hampir seribu lebih (25%) mahasiswa baru telah menempatkan UMP sebagai pilihan pertama, saat PTN belum membuka penerimaan mahasiswa baru. “Semua ini tergantung bagaimana kampus membangun persepsi masyarakat,” papar Dr Jebul. Salah satu kuncinya yakni reputasi perguruan tinggi maupun program studi melalui akreditasi. Memperkuat metode promosi juga menjadi salah satu upaya yang diaminkan oleh Didi Franzhardi MPd. Ia memaparkan agar PTS terkhususnya PTMA dapat terus giat mempromosikan kualitas pendidikan yang dimiliki. Sependapat dengan hal tersebut, Nur Hidayat SKM MMKes memaparkan bahwa realita antara PTN dan PTS dapat diimbangi dengan adanya standarisasi pendidikan. “Adanya standarisasi pendidikan melalui akreditasi maka masyarakat mulai memahami bahwa PTS juga bisa menjadi pilihan yang tepat untuk pendidikan lanjut,” paparnya.
Fenomena Peluruhan Mahasiswa
Menurut Nur Hidayat terjadinya peluruhan mahasiswa sangat terasa saat terjadinya pandemi Covid-19. Daya beli masyarakat yang menurun juga menimbulkan turunnya kemampuan masyarakat untuk melanjutkan pendidikan baik untuk membayar uang kuliah maupun untuk biaya hidup. Fenomena lain, yakni banyaknya mahasiswa yang salah memilih jurusan. “Mayoritas perpindahan kampus terjadi akibat dari kesalahan dalam memilih jurusan atau peminatan. Hanya sebagian kecil mahasiswa pindah kampus karena alasan biaya,” paparnya. Berbeda dengan Dr Doddy Irawan ST MEng, terjadinya peluruhan salah satunya karena adanya perubahan kebijakan pemerintah.
Perubahan kebijakan pemerintah terkait pendidikan, seperti program beasiswa atau subsidi pendidikan, dapat mempengaruhi jumlah mahasiswa di PTS. “Jika program tersebut hanya diberikan pada perguruan tinggi negeri, maka hal ini dapat menyebabkan calon mahasiswa memilih perguruan tinggi negeri sebagai pilihan mereka,” paparnya. Fenomena lain yang menyebabkan terjadinya peluruhan mahasiswa yakni adanya mindset dari masyarakat mengenai pentingnya pendidikan. Hal ini dialami STKIP Muh Oku Timur yang sempat mengalami peluruhan 10 persen. “Ternyadinya peluruhan di kampus B yang memang karakteristik masyarakatnya berbeda pemahaman perihal pendidikan. Sedangkan di kampus utama, setiap pelakasanaan PMB kami relatif tetap jumlah mahasiswa baru yang mendaftarnya,” begitu papar Didi Franzhardi.
Langkah Atasi Peluruhan Mahasiswa
Perguruan tinggi swasta tidak adaptif dalam menghadapi perubahan zaman. Sebagai PTS dituntut untuk lebih fleksibel dan lincah dalam melihat peluang untuk dimaksimalkan. “Trasnformasi kampus digital dan lingkuangan sosial media menjadi penentu kampus bisa beradaptasi atau tidak, khususnya dalam metode promosi dan proses penerimaan mahasiswa baru,” begitu papar Dr Jebul. Beberapa langkah yang dilakukan UMP yakni adaptif dengan teknologi, menggencarkan kolaborasi dengan berbagai lintas sektor, memperkuat metode promosi, dan menggandeng pemerintah daerah untuk kerja sama membuka program kelas afirmasi. Sama halnya dengan UM Bima, di bawah kepemimpinan Dr Ridwan, mahasiswa terus didorong untuk terlibat dalam forum nasional dan internasional. Prestasi yang dihasilkan dapat menjadi daya tarik masyarakat.
“Serta UM Bima memasang target tinggi dalam pembelajaran, dosen harus masuk minimal 95%, evaluasi PBM harus sangat baik,” tambahnya. Solusi lain juga ditawarkan Nur Hidayat, yakni melalui penyediaan beasiswa. “Ada beberapa beasiswa yang kami siapkan untuk membantu biaya perkuliahan seperti Beasiswa UKT, Beasiswa KIP, dan Beasiswa Baznas,” tambahnya. Tidak hanya itu, Didi Franzhardi menimpali dengan kacamata internal. Baginya SDM perlu untuk didorong dalam meningkatkan kualifikasi pendidikan dosen S-3. “Kualifikasi dosen ini akan meyakinkan masyarakat tentang kualitas dan mutu pendidikan kampus. Dr Doddy Irawan menyimpulkan beberapa langkah yang dapat dilakukan yakni, pertama, memperbaiki kualitas pendidikan dan meningkatkan kompetensi dosen dan tendik. Kedua, meningkatkan daya saing dengan mengembangkan program studi sesuai kebutuhan pasar disertai dengan kualitas pengajar dan fasilitasnya. Ketiga, mempererat hubungan dunia kerja dengan menawarkan kesempatan kerja yang luas bagi lulusan. “Terakhir, yakni meningkatkan promosi yang efektif baik melalui sosialisasi hingga menggencarkan media sosial yang dimiliki,” pungkasnya. []APR
Be the first to comment