Suasana haru menyelimuti Aula Fikkes Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan (UMPP), Selasa (21/10). Di antara ratusan wisudawan yang duduk rapi dalam balutan toga, seorang mahasiswi berdiri dengan senyum penuh semangat, ia Adalah Ika Rizqy Damayanti, mahasiswi tunarungu asal Desa Kalimade, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan.
Ika menjadi mahasiswi tunarungu pertama yang berhasil lulus dari UMPP dengan prestasi gemilang, meraih IPK 3,47. Dalam momen wisuda tersebut, Ika diberi kesempatan menyampaikan sambutan di hadapan civitas akademika dan para tamu undangan. Dengan bahasa isyarat yang diterjemahkan secara langsung, ia menyampaikan rasa syukur dan terima kasih.
“Bu Rektor, hari ini saya terharu. Saya jadi wisudawan Tuli pertama UMPP. UMPP berusaha jadi kampus inklusi, ramah difabel. Terima kasih, UMPP,” ujar Ika dengan penuh haru.
Perjalanan Panjang dan Penuh Perjuangan
Kisah Ika adalah potret keteguhan dan keberanian melampaui keterbatasan. Ia lahir normal, namun pada usia satu tahun mengalami demam tinggi yang merusak saraf pendengarannya. Sejak itu, Ika hidup dalam dunia tanpa suara.
Selama menempuh pendidikan di SD dan SMP umum, Ika belajar tanpa pendamping juru bahasa isyarat. Ia memahami pelajaran dengan membaca gerak bibir dan menulis di kertas. Meski sering diremehkan, semangat belajarnya tak pernah surut.

Setelah lulus dari SMALB Wiradesa pada 2022, Ika bertekad melanjutkan pendidikan tinggi. Berkat perjuangan ibunya, Murtiati, pencarian kampus yang mau menerima mahasiswa difabel akhirnya berakhir di UMPP.
“Awal kuliah, saya selalu menemani Ika di kelas. Tapi setelah punya teman yang bisa bahasa isyarat, dia mulai mandiri. Saya sangat bangga,” ujar sang ibu dengan mata berkaca-kaca.
Suara Haru dari Panggung Wisuda
Di tengah prosesi wisuda, Ika kembali mengungkapkan isi hatinya lewat juru bahasa isyarat. Ia mengaku bangga menjadi bagian dari UMPP, kampus yang mulai membuka diri bagi mahasiswa difabel.
“Saya senang sekali bisa diwisuda. Teman-teman, ayo kuliah di UMPP. Kampus ini punya target jadi kampus inklusi,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan rasa syukur atas kesempatan yang diberikan.
“Sulit mencari kampus di Pekalongan yang inklusif dan memberi akses. Alhamdulillah, UMPP mau menerima saya. Mama, terima kasih sudah mendukung perjuangan Ika,” tambahnya dengan nada haru.
UMPP Mantapkan Langkah Menuju Kampus Ramah Difabel
Rektor UMPP, Nur Izzah, menegaskan komitmen kampus untuk menjadi ruang belajar yang terbuka bagi siapa pun tanpa diskriminasi.
“Kami menerima mahasiswa sesuai kemampuan dan minatnya. Ke depan, UMPP akan membentuk lembaga Sahabat Difabel dan pelatihan relawan agar siap mendampingi mahasiswa difabel lainnya,” terangnya.
Ika sendiri lulus dengan tugas akhir berjudul “Evaluasi Kebergunaan Aplikasi Hear Me dengan Metode System Usability Scale (SUS) di SPB Muhammadiyah Pekajangan.” Karyanya menunjukkan bagaimana teknologi dapat menjadi jembatan inklusi bagi penyandang disabilitas pendengaran.
Kisah Ika menjadi inspirasi para mahasiswa lainnya, dan menjadi komitmen Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah untuk selalu memeberikan ruang pendidikan yang inklusif dan berkualitas. Melalui UMPP, nilai-nilai inklusifitas itu terus dihidupkan, bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, berhak mendapatkan ruang untuk belajar, berkembang, dan berprestasi.
Be the first to comment