Islam Berkemajuan dalam Konteks Pengembangan PTMA

Islam Berkemajuan dalam Konteks Pengembangan PTMA
Muhammad Sayuti (Sekretaris PP Muhammadiyah), saat Rakornas Forum Humas PTMA, Sabtu (6/12).

Dalam forum Rapat Koordinasi (Rakornas) Forum Humas Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA) pada hari kedua, Sabtu (6/12), Muhammad Sayuti Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan materinya tentang “Islam Berkemajuan dalam Kinerja Humas dan Reputasi PTMA.”

Sayuti membuka penjelasannya dengan menautkan pesan Surat Ibrahim ayat 7, ayat yang menegaskan kewajiban bersyukur atas nikmat Allah Swt. Dalam konteks Muhammadiyah, rasa syukur itu hadir dalam bentuk kerja dakwah, profesionalitas, dan komitmen menjalankan amanah persyarikatan.

“Kita harus bersyukur menjadi bagian dari Muhammadiyah. Lebih dari satu abad lamanya, Muhammadiyah membangun umat dan bangsa,” ujar Sayuti, Sabtu (6/12).

Menurutnya, syukur itu tidak berhenti pada ucapan, melainkan diwujudkan dalam etika kerja, produktivitas, dan kontribusi nyata.

“Itulah yang membentuk karakter kader Muhammadiyah—pekerja keras, tidak mengenal lelah dalam amal saleh, dan selalu siap berkhidmat,” jelasnya.

Penilaian ini juga datang dari luar. Robert W. Hefner, antropolog dari Boston University, menyebut Muhammadiyah sebagai salah satu contoh paling sukses modernisasi pendidikan Islam di dunia. Pengakuan ini menunjukkan betapa kokohnya fondasi gerakan Muhammadiyah. Namun, Sayuti mengingatkan bahwa tantangan internal dan eksternal terus berkembang sehingga persyarikatan tidak boleh lengah.

Ia menjelaskan bahwa ekosistem Muhammadiyah dibangun secara terstruktur, rapi, dan berorientasi hasil. Model organisasi yang sistematis inilah yang membuat Muhammadiyah tetap relevan lintas generasi. Namun struktur yang kuat tidak boleh membuat persyarikatan berpuas diri. Sayuti menegaskan perlunya strategi baru, kultur baru, dan inovasi berkelanjutan agar reputasi Muhammadiyah tetap kokoh hingga masa mendatang.

Hari ini Muhammadiyah menjadi rumah besar yang menaungi ribuan Amal Usaha (AUM) di sektor pendidikan, kesehatan, sosial, hingga ekonomi. Namun Sayuti mengingatkan, di balik deretan angka itu terdapat dimensi kemanusiaan yang besar: jutaan manusia, perjuangan, jihad lahir batin, kerja sama, keikhlasan, integritas, amanah, profesionalitas, serta tata kelola.

“Perjuangan, air mata, kesalehan, keistiqamahan, dan reputasi adalah bagian dari apa yang membuat Muhammadiyah besar seperti sekarang,” tegasnya.

Karena itu, menjaga reputasi Muhammadiyah dan PTMA bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban moral bagi seluruh pengabdi persyarikatan.

Sayuti merujuk pada Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (MADM) butir 6 yang menegaskan bahwa organisasi merupakan “alat perjuangan yang sebaik-baiknya.” Artinya, pengelolaan organisasi bukan sebatas administrasi, tetapi bagian dari dakwah membangun peradaban.

Di tingkat PTMA, prinsip itu diterjemahkan melalui arah gerak yang ditetapkan Tanfidz Muktamar ke-48: menjadi organisasi yang maju, modern, dan profesional. Upaya tersebut dapat dicapai melalui perbaikan tata kelola, pembaruan sistem manajemen, serta penguatan kepemimpinan di setiap level.

Sayuti juga menyoroti bahwa reputasi kampus, seperti organisasi pada umumnya, tidak bersifat tetap. Tanpa mutu akademik, layanan, dan tata kelola yang baik, reputasi PTMA bisa mengalami penurunan (decline).

Pada bagian akhir pemaparannya, Sayuti memberikan penegasan khusus kepada peserta Rakornas terkait peran Humas PTMA. Menurutnya, humas bukan sekadar pembuat konten atau pengelola berita. Humas adalah penjaga reputasi, penghubung ke publik, dan garda terdepan dalam menghadirkan nilai-nilai Islam Berkemajuan di ruang publik PTMA.

“Tugas humas adalah tugas mulia. Ia menjadi garda terdepan informasi dan reputasi PTMA,” tegasnya.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*