Penguatan cabang, ranting, dan masjid Muhammadiyah dinilai menjadi jawaban strategis atas berbagai persoalan sosial dan krisis moral yang kian mengemuka di lingkungan kampus. Penegasan tersebut disampaikan Ketua Lembaga Pengembangan Cabang, Ranting, dan Pembinaan Masjid (LPCR-PM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, K.H. Muhammad Jamaluddin Ahmad, saat memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Jumat (19/12/2025).
Bertempat di Balai Sidang Kampus Unismuh Makassar, Jamaluddin menyoroti maraknya kasus perundungan, diskriminasi, hingga tindakan amoral di dunia pendidikan tinggi. Menurutnya, fenomena tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan erat dengan melemahnya basis pembinaan nilai di tingkat cabang, ranting, dan masjid.
“Saya pernah diminta mengisi materi kampus bebas perundungan dan diskriminasi. Setelah melihat data-datanya, kondisinya mengerikan. Dan itu bukan hanya melibatkan mahasiswa, tetapi juga dosen hingga pejabat,” ungkapnya.
Ia menilai pendekatan administratif dan sanksi semata tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Masjid, cabang, dan ranting harus kembali difungsikan sebagai ruang pembinaan moral, etika, dan spiritualitas yang hidup dan berdampak.
“Cabang, ranting, dan masjid harus menjadi solusi persoalan umat, termasuk problem moral di kampus,” tegas Jamaluddin.
Masjid sebagai Ruang Pembinaan dan Pusat Gerakan
Dalam paparannya, Jamaluddin mengingatkan warga persyarikatan agar tidak terjebak pada kebiasaan “mencari alasan” atau defense mechanism yang justru menguras energi organisasi. Menurutnya, tantangan penguatan cabang dan masjid hanya bisa dijawab dengan keseriusan, orientasi gerakan yang jelas, serta manajemen yang profesional.
Ia mencontohkan Masjid Al-Jihad Pimpinan Cabang Muhammadiyah Banjarmasin 04, yang mampu menghadirkan jamaah shalat lima waktu antara 800 hingga 1.000 orang. Capaian tersebut, kata Jamaluddin, bukan sesuatu yang mustahil direplikasi di kota-kota lain, termasuk Makassar, asalkan masjid dikelola secara sungguh-sungguh.
Kunci lain yang ditekankan adalah pelibatan anak muda dalam pengelolaan masjid. Jamaluddin mencontohkan konsep Real Masjid di Yogyakarta yang sepenuhnya dikelola oleh generasi muda, dengan redefinisi peran marbot bukan sekadar petugas kebersihan, melainkan direktur dan manajer masjid.
“Direktur masjid itu marbot,” ujarnya, disambut perhatian peserta kuliah umum.
Menurutnya, Real Masjid Yogyakarta memiliki sekitar 90 marbot bergaji dan mampu menghimpun infak hingga lebih dari Rp 1 miliar dalam satu bulan. Capaian tersebut didorong oleh tata kelola profesional, pemanfaatan digital marketing, serta strategi fundraising yang terencana.
Penguatan Kapasitas dan Orientasi Gerakan
Dalam konteks akademik, Jamaluddin mengapresiasi keberadaan Program Magister (S2) Manajemen Masjid di Unismuh Makassar sebagai respons atas kebutuhan pengelolaan masjid yang lebih modern dan berkelanjutan. Ia juga menekankan pentingnya tata kelola infak yang adil, termasuk pembagian hak marbot dan amil secara proporsional.
Bagi Jamaluddin, persoalan utama bukan terletak pada struktur kelembagaan, melainkan orientasi gerakan. Ia menegaskan bahwa tugas utama warga persyarikatan adalah memakmurkan masjid, sementara profesi lain hanyalah pelengkap.
“Prioritasnya itu pengajian rutin dan masjid yang makmur,” ujarnya.
Ajakan tersebut ia kemas dengan pesan simbolik yang kuat. Jamaluddin menyatakan bahwa sudah sepatutnya warga merasa “malu” jika tidak terlibat dalam kepengurusan cabang, ranting, dan masjid. Sebaliknya, ia mengajak warga bersyukur apabila diberi amanah menjadi pengurus, dengan target cabang dan ranting unggul-berkemajuan serta masjid yang makmur dan memakmurkan.
Sebagai upaya menarik minat generasi muda, Jamaluddin juga mengungkap rencana peluncuran lagu bertema masjid pada awal hingga pertengahan Januari 2026. Kata “mahasiswa” sengaja dimasukkan agar generasi kampus merasa dekat dan bangga terlibat dalam pengelolaan masjid.
Delapan Prioritas LPCR-PM
Dalam kuliah umum tersebut, Jamaluddin memaparkan delapan prioritas program LPCR-PM PP Muhammadiyah yang bertumpu pada penguatan masjid, cabang, dan ranting. Di antaranya target 60 kecamatan memiliki cabang Muhammadiyah dan 40 persen desa memiliki ranting, serta pengembangan masjid percontohan di berbagai level kepemimpinan Muhammadiyah.
Ia menutup paparannya dengan seruan yang berulang kali ia tekankan:
“Masjid makmur, memakmurkan.”
“Dari masjid, kita bangkit.”
“Masjid, apa pun masalahnya, masjid solusinya.”
Be the first to comment