
Globalisasi memiliki perjalanan panjang dalam sejarah umat manusia. Globalisasi mengarah pada menyusutnya ruang dan waktu sebagai akibat dari mudahnya akses terhadap komunikasi dan mobilisasi. Begitu penjelasan dari Prof Yinghuei Chen PhD, profesor dari Asia University Taiwan, terkait dengan globalisasi dalam kelas Multikulturalisme di Asia oleh Prodi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Prof Chen, kerap ia disapa, memberikan pengantar mengenai kondisi multikulturalisme di era globalisasi pasca pandemi kepada para mahasiswa. Menurutnya, pandemi COVID-19 sangat berdampak kepada arus globalisasi. “Adanya lockdown atau bahkan isolasi nasional di setiap negara tentu saja memengaruhi mobilitas dan likuiditas proses globalisasi,” jelas Prof Chen.
Lockdown atau isolasi nasional yang diberlakukan oleh negara-negara tersebut dapat diartikan sebagai solidaritas internasional. Dengan diberlakukannya pembatasan akses masuk ke sebuah negara dari jalur darat, laut, maupun udara, maka negara-negara secara tidak langsung telah bersolidaritas demi melawan penyebaran virus COVID-19. Dengan tujuan yang sama, yaitu memberantas COVID-19, negara-negara telah bersolidaritas lintas batas.
Keterlibatan dan partisipasi aktif negara-negara dalam menghadapi COVID-19 tentu melibatkan berbagai pihak dari beragam etnis, ras, dan agama. Jika menilik solidaritas internasional selama pandemi, maka akan terlihat jelas bahwa tantangan global akan dapat diatasi melalui kolaborasi bersama. Solidaritas lintas batas tersebut merupakan bukti rasional bahwa kondisi multikulturalisme dapat membawa banyak dampak positif, terutama saat memosisikan diri dalam menghadapi tantangan global.
“Dengan mengedepankan inklusivitas, menghargai perbedaan yang ada, dan mengutamakan kepentingan bersama, maka kita pasti bisa menghadapi berbagai tantangan, baik dari lingkup regional maupun internasional,” urai Prof Chen mengakhiri.
Be the first to comment