Sudah hampir lima belas tahun Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Libya telah berdiri. Tepatnya yakni pada 19 Mei 2007, setelah selama satu tahun organisasi tersebut menyandang nama Ikatan Keluarga Muhammadiyah (IKM) Libya.
Eksistensi organisasi dengan napas Muhammadiyah di Libya ini menjadi bentuk terkawalnya agenda besar Muhammadiyah, khususnya pada pergantian kepengurusan Prof Dr Syafi’i Maarif kepada Prof Dr Din Syamsudin kala itu, “Yakni mengembalikan Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, yang bersandar kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah,” demikian tertuang dalam latar belakang profil jelang berdirinya PCIM Libya.
Kala itu, para mahasiswa sebagai kader-kader Muhammadiyah di Libya merasakan kekhawatiran yang sama berada di tengah-tengah mahasiswa Indonesia yang mayoritas di antara mereka memiliki latar belakang organisasi Islam yang berbeda. Kelompok-kelompok tersebut di antaranya Nahdlatul Ulama, Al Jamiatul Washliyah, Persatuan Islam, dan lainnya, termasuk Muhammadiyah. “Dari kesadaran itulah salah satu alasan terbentuknya IKM Libya. Nantinya seiring dengan peresmian PCIM Libya oleh PP Muhammadiyah, minat mahasiswa semakin meningkat dan anggota persyarikatan semakin bertambah,” papar Azka Al Yauma, Ketua PCIM Libya periode kepengurusan saat ini.
Menghargai Hadirnya Sumber Daya Manusia
Azka merupakan mahasiswa International Islamic Call College, Tripoli, Libya, kampus yang saat ini menjadi institusi di mana para anggota PCIM Libya menempuh pendidikan tinggi mereka. Kampus ini juga menjadi tempat lulus ustaz Indonesia yang namanya telah tidak asing, di antaranya Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Zulkifli Muhammad Ali Lc MA.
Total anggota PCIM Libya untuk tahun ini memang tidak lebih dua puluh orang, tetapi jumlah ini merupakan angka yang perlu diapresiasi bagi PCIM Libya sebab mereka terus-menerus mengalami hambatan sumber daya manusia. “Untuk saat ini, selain para mahasiswa S-1, belum kami temukan WNI atau pekerja Indonesia di Libya untuk menjadi penyemarak PCIM Libya,” ujar Azka. Dari kedua puluh anggota tersebut, selain menjabat sebagai badan pengurus harian, mereka terbesar ke dalam dua divisi besar di PCIM Libya, yakni Majelis Pendidikan dan Tarjih serta Majelis Tabligh.
Majelis Tabligh sebagai majelis yang salah satu perannya adalah penyebaran dakwah PCIM Libya belum memanfaatkan media sosial PCIM Libya kepengurusan sebelumnya. “Sayangnya, kami belum bisa membuka akses ke salah satu medsos PCIM Libya, karena generasi sebelumnya tidak ingat dengan email dan password yang digunakan. Insya Allah, ke depannya, kami akan membangkitkan kembali dakwah lewat media sosial,” ujar Azka. Apabila usul tersebut ditindaklanjuti, maka media sosial di PCIM Libya bertambah satu lagi selain website resmi PCIM Libya.
Kegiatan dakwah di PCIM Libya dilakukan dengan maksud untuk memperkokoh internal anggotanya, sebab penyelenggaraan kegiatan eksternal seperti program-program kemanusiaan atau penggalangan donasi di tepi jalan memiliki akses yang terbatas. Tetapi, salah satu kekhasan dalam PCIM Libya perihal dakwah adalah mereka mengedepankan gerakan dakwah bil hal, atau dakwah dengan perbuatan. “Ini salah satu dari sedikit cara yang bisa kami lakukan, yakni mewajibkan setiap anggota untuk melakukan hal-hal kebajikan,” terang Azka.
Hal kebajikan yang dimaksud di antaranya tidak sering membolos atau masuk terlambat ketika kuliah, bertutur kata yang sopan dan santun, shalat berjamaah, dan lain-lain. Barangkali, contoh-contoh yang Azka sebutkan terkesan ringan dan tanpa makna untuk dikerjakan. Hanya saja, para anggota PCIM Libya ditekankan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut dengan niat berdakwah. Selain itu, anggota-anggota PCIM Libya juga memiliki kegiatan dakwah rutin, baik mingguan maupun bulanan. Dalam kajian tersebut yang dibahas terbalut dalam diskusi santai, seperti isu keagamaan atau politik.
Sulitnya Dakwah Tembus Dinding Kampus
Apabila pertemuan atau keperluan yang hendak dilakukan hanya melibatkan anggota-anggota kader Muhammadiyah PCIM Libya, maka akses keterbukaan itu bukan hal yang menjadi masalah bagi mereka. Pasalnya, pertemuan yang melibatkan kontak fisik dengan mereka tidaklah dipandang bagi sebuah kekhawatiran sebesar hambatan pengoperasian program kerja secara eksternal. “Kami bisa kumpul-kumpul di lapangan basket, lapangan voli, saung, itu nggak masalah. Proker secara eksternal itulah yang kami belum siap,” sahut Azka.
Melalui penuturan Azka, Libya merupakan negara yang masih membutuhkan pemimpin dan pemerintahan yang sistematis. Ketidakstabilan kepemimpinan di Libya membuat pergerakan setiap warga terbatas, pun termasuk anggota-anggota PCIM Libya. Apabila mereka hendak keluar dari wilayah kampus, mereka memerlukan izin dari pengurus asrama dan tidak dapat keluar begitu saja tanpa alasan. Akses keterbukaan ke luar wilayah kampus merupakan hambatan terbesar di PCIM Libya untuk merentangkan sayap dakwahnya, selain minimnya jumlah anggota.
Selanjutnya, Azka mengenalkan satu per satu organisasi yang ada di wilayah kampus International Islamic Call College yang menjadi basis PCIM Libya, salah satunya Kesatuan Keluarga Mahasiswa Indonesia (KKMI) Libya. Pada proses pendirian KKMI Libya, semangat yang menyertainya adalah kesadaran setiap mahasiswa Indonesia untuk membutuhkan organisasi tertinggi yang secara struktural mencakup seluruh organisasi bentukan mahasiswa Indonesia di Libya. “KKMI Libya bisa juga disebut sebagai unsur ‘organisasi dalam organisasi’,” sebut Azka. Selama ini, program-program kerja PCIM Libya sendiri tetap melibatkan kerja sama dari organisasi di luar para personalia PCIM Libya dalam pelaksanaannya, termasuk KKMI Libya. Sebagai organisasi tertinggi secara struktural, terdapat pedoman dan proker tersendiri dalam tubuh KKMI Libya yang sebaiknya dipatuhi oleh organisasi-organisasi di bawahnya, contohnya adalah pengadaan pebahasan kajian dari suatu kitab yang menjadi program kerja KKMI Libya melalui PCIM Libya.
Semangat Tanpa Putus di Tengah Pasang Surut
Ketika pandemi Covid-19 melanda dunia, aktivitas-aktivitas yang melibatkan kontak fisik dan tatap muka perlu dibatasi, tak terkecuali dengan PCIM Libya. Pelaksanaan PCIM Libya sempat vakum di tengah pandemi, seperti kehilangan anggota yang pulang ke Indonesia, kegiatan belajar mengajar yang diliburkan, dan tempat-tempat publik yang ditutup. “Saat itu, mau tidak mau, kami bersiasat untuk tetap mengadakan diskusi singkat dalam kajian. Kami juga mengikuti kabar-kabar dari PCIM lainnya,” jelas Azka. Terinformasikannya kabar-kabar mengenai PCIM luar membuat adanya program kerja sharing session ‘sesi berbagi’ dengan PCIM lainnya, seperti PCIM Mesir, PCIM Pakistan, PCIM Sudan, dan lain-lain.
Para personalia dalam PCIM Libya terus mengimbau dan menawarkan alternatif kegiatan-kegiatan melalui acara virtual yang sering kali diadakan PP Muhammadiyah, seperti kajian. Tujuan yang hendak dicapai dalam ajakan bergabung dengan dakwah-dakwah PPM adalah untuk memunculkan kembali ghirah atau semangat dalam internal PCIM Libya untuk disalurkan pada program-program PCIM Libya yang vakum karena pandemi. Azka juga mengatakan tentang perlunya menaikkan eksistensi PCIM Libya. “Tujuan lainnya untuk menaikkan kesadaran terhadap hadirnya PCIM Libya itu sendiri. Bergabungnya kami di acara-acara virtual memang menjadi wujud bahwa PCIM Libya itu ada, tetapi secara eksis masih kurang,” komentarnya.
Azka berharap agar ada perkembangan menuju arah yang lebih baik perihal kondisi “huru-hara” di Libya dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini, masih terjadi ketegangan dan perselisihan di antara kelompok-kelompok yang terbagi tiap sukunya di Libya sehingga menyebabkan perjalanan Libya menuju demokrasi pemilu masih sedikit panjang. “Pembicaraan mengenai politik di Libya, terutama pada masa Perang Saudara Libya 2011, masih dipandang sebagai hal yang meningkatkan kewaspadaan di masyarakat,” sahut Azka.
Ia juga berharap agar PCIM Libya dapat menjadi organisasi yang eksis dengan tiap personalianya membawa semangat penerus bangsa. Bagaimanapun juga, para anggota PCIM Libya merupakan agen dakwah internasionalisasi Muhammadiyah, yang nantinya perlu menyambung amanah untuk melanjutkan kiprah Muhammadiyah di Indonesia. [] RAS
Be the first to comment