“Masih dibutuhkan kerja keras dan kerja cerdas untuk menjadi pendidikan vokasi sesuai dengan pedoman yang ada.” Demikian hal tersebut disampaikan oleh Jaelani ST MT, Direktur Politeknik Muhammadiyah Tegal.
Proses-proses yang perlu dilalui oleh setiap institusi vokasi demi mengembangkan program mereka adalah dengan perbaikan kurikulum, penataan legalitas prodi dan perguruan tinggi, penyediaan sarana dan prasarana, serta penyediaan SDM sebagai pengelola sekolah tersebut. Dalam perjalanan yang panjang, tak jarang tantangan demi tantangan pun ditemukan. Tahapan yang spesifik dan bersifat studi kasus pun membuat setiap sekolah vokasi menemui hambatan yang berbeda. Kepada Tim Redaksi Warta PTM, beberapa di antaranya membagikan perkembangan program vokasi di perguruan tinggi mereka.
Progres Perlahan, Tapi, Pasti
Perkembangan program vokasi di Politeknik Muhammadiyah Tegal tidak dimulai dari nol, melainkan pada saat peralihan kelola dari Politeknik Muhammadiyah Karanganyar di awal 2009 yang telah memiliki beberapa prodi. “Sejak alih kelola di tahun pendirian itu, perjalanan pengelolaan sangat pelan karena ada penyesuaian dengan sarana dan prasarana. Baru bisa terasa telah bangkit itu tahun 2018-2019,” ujar Jaelani.
Alhamdulillah, beberapa prodi vokasi yang berjalan di Politeknik Muh Tegal memiliki kekhasan dan keunggulannya sendiri yang dipandang bernilai untuk menarik minat masyarakat. Sebagai contoh, Prodi D-III Desain Produk Politeknik Muh Tegal merupakan satu-satunya prodi level empat yang ada di Indonesia dengan capaian kelulusan penguasaan computer-aided design (CAD) dan mold machine.
Kemudian, para lulusan D-III Teknik Elektro perlu mencapai kompetensi kelulusan penguasaan broadband jaringan optik, lulusan prodi D-III Akuntansi perlu dipastikan memiliki kompetensi di akuntansi syariah, dan D-III Kebidanan yang merekomendasikan setiap mahasiswa memiliki soft skills untuk mengakrabkan diri sebagai sahabat perempuan. “Intinya, setiap prodi yang ada memiliki luaran yang berbeda apabila dibandingkan dengan prodi yang sama di perguruan tinggi yang lain. Kami yakin, empat prodi ini menjadi rujukan masyarakat dalam melanjutkan pendidikan tingkat diploma,” tegas Jaelani.
Sementara itu, disampaikan oleh H Supandi MT, Direktur Politeknik Muhammadiyah Magelang, progres pengembangan program vokasi di Politeknik Muh Magelang makin lancar karena adanya dana hibah dari LLDikti dan Majelis Diktilitbang PPM. “Empat penelitian terapan dari dosen dan mahasiswa dari dua tahun terakhir mendapat hibah LLDikti dan Majelis Diktilitbang yang sudah bisa diakses,” ujarnya. Di Politeknik Muhammadiyah Magelang sendiri, terjadi penyesuaian kurikulum dengan tetap memperhatikan substansi program vokasi, yakni muatan kuliah yang memberatkan praktik 60% dan teori 40%.
Atasi Tantangan demi Tantangan
Salah satu tantangan yang ada di hadapan Politeknik Muh Tegal saat ini adalah penyediaan sarana untuk menunjang kegiatan perkuliahan secara fisik. “Terutama penyediaan bengkel kerja untuk praktikum mahasiswa. Hal ini perlu mendekati lapangan sebenarnya, sehingga mereka mendapat atmosfer yang sama seperti dunia kerja,” ujar Jaelani.
Hal ini ia perkuat lebih lanjut saat mengatakan bahwa aral melintang di depan mata adalah tentang masalah pendanaan. Sebab, pada dasarnya setiap pimpinan dan pengurus sebuah institusi pendidikan tentu bercita-cita agar institusi yang roda kemudinya berada di tangan mereka menjadi semakin besar dan mengglobal. Pengantar dari Jaelani tersebut disambung oleh pendapatnya tentang prioritas, “Hingga saat ini, kami masih harus berhitung untuk mencukupi diri, untuk berinvestasi, untuk mencari passive income. Kalau ditanya cita-cita, ya, cita-cita kami adalah ingin juga mencari perguruan tinggi yang besar. Kami ingin mewujudkan kompetensi lulusan yang maksimal dengan sarana prasarana dan SDM yang mencukupi,” ujarnya.
Dilanjutkan oleh Dr H Effency Rasiyanto MKes, Direktur Politeknik Kesehatan Muhammadiyah Makassar, pendanaan memang menjadi kebutuhan. Bagi Poltekkes Muh Makassar sendiri perlu dilakukan minimalisasi jumlah peralatan untuk praktikum yang sesuai. “Akan tetapi, kami mengatasinya dengan melaksanakan kegiatan PKL,” tambahnya.
Kemudian, ia juga menjelaskan bahwa biaya penyelenggaraan pendidikan vokasi begitu tinggi sehingga membutuhkan bantuan dari perguruan tinggi lainnya, terutama bagi pendidikan vokasi yang baru terbentuk. Hal ini disetujui oleh Supandi yang menegaskan bahwa cara mengatasi tantangan pendanaan tersebut dengan mengatakan bahwa perlunya ada pemahaman yang sama dan kesempatan untuk saling berkoordinasi antarprogram pendidikan vokasi yang ada di PTMA.
Salah satu strategi yang ditawarkan oleh Dr Ahmad Qonit AD MA, Rektor Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya bagi PTMA adalah pembuatan road map pengembangan pendidikan vokasi berbasis teaching factory (TEFA). Pembelajaran TEFA ini adalah model yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri. Oleh karena itu, proses berstandar TEFA perlu membuat suasana pembelajaran seperti yang terjadi di industri. “Dengan TEFA, selain bisa menghasilkan lulusan yang unggul, terampil, bermutu, dan relevan, juga dapat membangun kemandirian institusi,” ujarnya.
Harapan bagi Majelis Diktilitbang
Majelis Diktilitbang, berdasarkan pendapat Supandi, perlu memberi dukungan kepada perguruan tinggi dalam hal penjembatanan antara dunia usaha dan industri untuk mempermudah kerja sama dengan pendidikan vokasi di PTMA. “Peningkatan kualitas pendidikan vokasi di PTMA bisa dilakukan dengan memberi bantuan sarana praktik, pembinaan secara periodik, dan pelatihan-pelatihan bagi para dosen,” ujarnya.
Dr Effendy juga mengatakan bahwa Majelis Diktilitbang bisa mulai memberikan dukungan dengan menyoroti dan memperhatikan kinerja pendidikan vokasi. “Jadi, Majelis bisa sekalian menilai program pendidikan vokasi yang perlu mendapatkan pendampingan dan bantuan, baik sarana maupun prasarana,” ujarnya. Hal ini bisa menjadi langkah awal agar perguruan tinggi vokasi PTMA dapat berkembang. Dr Ahmad Qonit menambahkan bahwa setelahnya, Majelis Diktilitbang bisa memberikan dukungan dalam bentuk fasilitas sinergitas antarpendidikan vokasi di PTMA, akses resources, dan penguatan SDM.
Haryanto SKep Ners MSN PhD, ITEKES Muhammadiyah Kalimantan Barat menyebutkan tiga hal yang perlu dilakukan oleh Majelis Diktilitbang PPM. Pertama, menginventarisasi dan mengidentifikasi PTMA yang memiliki pendidikan vokasi, karena banyak pendidikan vokasi di PTMA yang merger atau berubah. Kedua, Majelis Diktilitbang PPM perlu menginisiasi terbentuknya asosiasi pendidikan vokasi. “Ketiga, Majelis Diktilitbang PPM perlu membentuk kepala bidang atau koordinator yang secara spesifik menaungi pendidikan vokasi. Sehingga pembimbingan bisa lebih terfokus,” ujarnya.
Jaelani menilai bahwa Majelis Diktilitbang memiliki jejaring yang cukup luas untuk turut membantu perguruan tinggi memenuhi kapasitas perkuliahan, dukungan penyelenggaraan, serta bantuan pengelolaan. Ia berharap agar Majelis Diktilitbang dapat memiliki rencana tindak lanjut yang sesuai dengan masing-masing perguruan tinggi. “Dengan metode yang memicu kami-kami untuk menjadi besar bersama seperti perguruan tinggi Muhammadiyah/‘Aisyiyah lainnya,” pungkasnya.[] RAS
Be the first to comment