
Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA) se-Indonesia berkumpul dalam agenda Musyawarah Forum PTMA yang digelar di Aston Hotel, Purwokerto, Rabu (9/4). Agenda ini merupakan langkah kolektif pimpinan PTMA untuk memajukan PTMA dan juga menyuarakan sikap kritis terhadap regulasi pendidikan dari pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada keadilan.
Dalam forum ini, para rektor PTMA sepakat dan menyatakan kesiapannya untuk bersaing dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), meski tantangan yang dihadapi pun tidak mudah. Sikap kritis ini juga disampaikan oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), Desri Awen yang turut hadir dalam forum tersebut.
Menurut Rektor UMT, ada lima poin yang menjadi sorotan sehingga para rektor menilai adanya ketimpangan dari regulasi pemerintah mengenai kebijakan antara PTN dan Perguruan Tinggi Swasta.
Pertama, ketimpangan penerimaan mahasiswa baru. Menurut Arwen, regulasi kuota penerimaan mahasiswa baru saat ini membuka terlalu luas untuk PTN, baik itu melalui jalur SNBP, SNBT, mandiri, KIP, PMDK dan lain-lain. Sehingga calon mahasiswa untuk PTS maupun PTMA sendiri tergerus drastic hingga 70-80 persen. “Ini menciptakan persaingan yang tidak adil, dan dapat menggerus kita yang ada di PTS ataupun PTMA yang juga berusaha memajukan pendidikan Indonesia,” ujarnya.
Kedua, Liberalisme dan Kapitalisasi Pendidikan Tinggi. Arwen mengkritisi PTN yang dinilai berorientasi transaksional dan kapital dengan mengabaikan aspek keadilan dan kualitas pendidikan. “Ini bisa mengarah pada ‘hukum rimba’ di dunia pendidikan tinggi. PTN dengan sumber daya besar menguasai segalanya, sementara PTMA kesulitan bersaing,” jelas Rektor UMT tersebut.
Ketiga, pentingnya kolaborasi dan musyawarah forum PTMA. Kata Arwen, forum rektor PTMA menjadi instrumen penting untuk memperkuat konsolidasi dan kepentingan kolektif. “Kolaborasi bersama Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, APTISI Hingga LLDikti menjadi dukungan. Ini juga diharapkan bisa mendorong pemerintah menciptakan regulasi yang lebih adil, termasuk pembatasan kuota penerimaan PTN dan perlindungan bagi PTMA.”
Keempat, sebagai peringatan untuk pemerintah. Adanya forum juga sebagai pengingat untuk pemerintah agar tidak mengabaikan dampak regulasi yang merugikan. “Jika pemerintah abai, maka PTMA akan semakin tergerus, padahal kontribusi PTMA terhadap pendidikan nasional sangat signifikan,” ungkapnya.
Kelima, langkah solutif; fairness dan konsolidasi internal. Untuk menghadapi tantangan tersebut, Arwen menawarkan dua solusi:
- Internal PTMA: Memperkuat strategi untuk meningkatkan kualitas akademik, mendorong diferensiasi program, dan penguatan publikasi ilmiah. Misalnya: inisiatif APPTIMA untuk standarisasi publikasi.
- Ekternal: Melakukan advokasi kebijakan ke DPR dan Kemendiktisaintek agar PTMA mendapatkan alokasi sumber daya dan dukungan regulatif yang adil. []ic
Be the first to comment