Kenaikan PPN, Ahli Pajak UMP: Pemerintah Perlu Pertimbangan Beban yang Dihadapi Masyarakat

Ani Kusbandiyah, SE MSi PhD Ak CA, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) (Dok.UMP)
Ani Kusbandiyah, SE MSi PhD Ak CA, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) (Dok.UMP)

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan dibahas lebih lanjut dalam penyusunan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) 2025 pada bulan April 2024 mendatang. Dikutip dari CBNC Indonesia, Airlangga menyebutkan penyusunan APBN itu akan melibatkan pemerintahan terpilih.

Kenaikan tarif PPN ini berdasarkan amanat UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada Oktober 2021 lalu. Pada Pasal 7 ayat (1) menjelaskan tarif PPN yang sebelumnya 10 persen diubah menjadi 11 persen sejak 1 April 2022 dan naik menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025. 

Menanggapi rencana tersebut, Ani Kusbandiyah, SE MSi  PhD Ak CA, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) berpendapat bahwa kebijakan tersebut tidak boleh hanya dipandang dari sudut pandang penerimaan negara saja, tetapi harus mempertimbangkan kondisi riil yang dihadapi oleh masyarakat.

Peningkatan PPN, kata Ani, akan menimbulkan beban tambahan bagi masyarakat, terutama di tengah situasi ekonomi yang masih tidak stabil. Berdasarkan data yang disampaikannya bahwa peningkatan inflasi pangan terjadi hingga mencapai 8,5 persen, sementara daya beli masyarakat justru mengalami penurunan.

Meskipun UU HPP telah mengatur kenaikan PPN, Ani menegaskan pentingnya bagi pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kebijakan itu selama kondisi ekonomi belum membaik. “Hal ini diperlukan agar dapat mencegah tekanan lebih lanjut terhadap keadaan ekonomi masyarakat,” ungkap Ani.

“Sebaiknya pemerintah mencari alternatif sumber pendapatan pajak dari sektor lain, seperti pajak karbon yang sudah diatur dalam UU HPP tetapi belum diberlakukan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Ani juga menyoroti pentingnya implementasi Cortax System sebagai langkah menuju peningkatan penerimaan pajak yang lebih efisien dan transparan. “Pemerintah seharusnya tidak hanya terfokus pada kenaikan PPN saja, tetapi juga harus mempertimbangkan solusi konkret yang dapat memberikan dampak positif bagi situasi ekonomi masyarakat,” tutupnya. []ron

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*