Konsepsi Spiritual Leadership Rektor UMS: Berperan dengan Hati dan Akal

Konsepsi Spiritual Leadership Rektor UMS: Berperan dengan Hati dan Akal
Konsepsi Spiritual Leadership Rektor UMS: Berperan dengan Hati dan Akal

Hidup di era yang serba cepat dan penuh dengan tantangan, tentu memengaruhi konsep kepimpinan yang harus terus ikut berkembang menyesuaikan zaman. Pendekatan yang cukup menarik yakni tentang konsepsi spiritual leadership yang digagas oleh Prof Dr Sofyan Anif, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dalam sebuah pengajian umum yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Muhamadiyah.

Dalam kesempatan tersebut, Prof Sofyan menekankan urgensi keseimbangan antara dimensi duniawi dan spiritual dalam kepemimpinan. “Spiritual leadership adalah pendekatan kepemimpinan yang seimbang antara dimensi keduniaan dan dimensi spiritual, yang kedua-duanya bernilai sama dalam mencapai tujuan organisasi,” ujar Prof Sofyan dalam YouTube Muhammadiyah Channel.

Spiritual leadership menekankan pentingnya nilai-nilai spiritual dan etika dalam kepemimpinan yang seringkali terabaikan dalam teori kepemimpinan konvensional. Terdapat enam indikator utama dalam konsep spiritual leadership: kejujuran sejati; membenci formalitas (bersifat dinamis dan progresif); mampu memotivasi diri sendiri dan orang lain, sekaligus menjadi inspirator; menjadi pemimpin yang dicintai; terbuka menerima perubahan; dan berpedoman pada prinsip ‘Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani’.

Prof Soryan juga menyoroti perbedaan antara kepemimpinan transaksional dan transformasional. Pemimpin transaksional cenderung berfokus pada pelaksanaan tugas yang dibebankan, sedangkan kepemimpinan transformasional berfokus pada hubungan antar pemimpin dan anggotanya.

Dalam konteks Indonesia, Prof Sofyan mengaitkan konsep spiritual leadership dengan ajaran pendiri Muhammadiyah. Beliau mencontohkan bahwa KH Ahmad Dahlan menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang melayani dan memajukan umat, tanpa memandang perbedaan agama atau latar belakang.

“KH Ahmad Dahlan selalu mengajak menebar kebaikan kepada siapapun tanpa membedakan perbedaan-perbedaan agama, suku, ras, kultur, dan lain sebagainya,” ungkap Prof Sofyan.

Pentingnya keseimbangan antara ilmu dan amal dalam kepemimpinan juga ditekankan oleh Prof Sofyan. “Orang Muhammadiyah biasanya suka berilmu. Tapi juga sekaligus suka beramal. Dilandasi oleh iman yang kuat, kemudian berilmu, karena ciri orang beriman itu tetap berilmu, harus berilmu. Orang berilmu harus diamalkan,” tegasnya.

Dalam menghadapi tantangan zaman, Prof Sofyan menyoroti bahwa Muhammadiyah telah mengembangkan berbagai fikih baru, seperti fikih air, fikih lingkungan, dan fikih bencana. Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan spiritual tidak hanya berfokus pada aspek ritual keagamaan, tetapi juga responsif terhadap isu-isu kontemporer.

Konsepsi spiritual leadership oleh Prof Soryan menawarkan perspektif baru dalam memahami dan menerapkan kepemimpinan di era modern. Tentunya, pendekatan ini tidak hanya relevan bagi organisasi keagamaan, melainkan dapat diterapkan di berbagai sektor, termasuk bisnis, pendidikan, ataupun pemerintah.

Kepemimpinan ini menggabungkan nilai-nilai spiritual dengan kecakapan manajemen modern yang menjadi kunci untuk mengatasi berbagai tantangan global yang semakin kompleks dan saling terhubung. Konsep ini menawarkan pendekatan holistik yang tidak hanya berfokus pada pencapaian target, tetapi juga pengembangan karakter dan nilai-nilai luhur.

Penerapan konsep ini tentu memiliki tantangan, diperlukan komitmen yang kuat dan konsistensi dalam menjalankan. Para pemimpin harus mengevaluasi diri secara rutin dan bersedia berdinamika sesuai dengan tuntutan zaman namun tetap berpegang pada nilai-nilai inti.

Diterapkannya dimensi spiritual ke dalam kepemimpinan, diharapkan dapat tercipta pemimpin-pemimpin yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi memiliki integritas dan kepedulian terhadap kesejahteraan bersama. Dalam jangka panjang, pendekatan ini berpotensi menciptakan organisasi dan masyarakat yang lebih harmonis, produktif, dan berkelanjutan.

Ketika dunia terus bergerak ke arah yang semakin tidak pasti, konsep spiritual leadership yang diungkapkan oleh Prof Sofyan dapat menjadi panduan moral bagi para pemimpin di berbagai bidang. Penggabungan kebijaksanaan spiritual dengan keterampilan manajemen modern, seharusnya dapat membuat para pemimpin lebih siap menghadapi tantangan abad ke-21 dan membawa perubahan positif bagi masyarakat luas.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*