Muktamar Usai, Bagaimana Langkah PTMA Selanjutnya?

Prof Saiful Deni SAg MSi

Dua bulan sudah Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48 telah sukses dilaksanakan bertempat di Surakarta, November tahun lalu. Suksesnya Muktamar juga melahirkan agenda dan tantangan yang kompleks bagi Persyarikatan. Lebih-lebih, adanya kemajuan zaman yang sarat akan tantangan dan dinamika baik yang ada di ranah lokal, nasional, hingga global. Gerakan Islam ini terus berupaya dalam melahirkan solusi pada permasalahan bangsa dengan menggunakan kacamata Risalah Islam Berkemajuan.

Hal ini dibenarkan dalam amanat yang disampaikan oleh Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin saat penutupan Muktamar. “Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh semangat dan jiwa pembaharu dalam diri beliau untuk memperbaiki kondisi umat Islam yang saat itu statis dan tidak berkembang,” paparnya. Artinya, visi Islam berkemajuan memang lekat pada napas perjuangan Muhammadiyah. Kendati demikian, bagaimana seharusnya Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), salah satunya Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA) dalam menyukseskan keputusan Muktamar ke-48?. Terlebih PTMA turut memegang tongkat estafet perjuangan Muhammadiyah melalui pilar pendidikan.

Menjawab pertanyaan tersebut, Warta PTM edisi ini akan membahas tema mengenai “Arah PTMA Pasca Muktamar” dengan mewawancarai narasumber dari beberapa PTMA diantaranya Rektor Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, Prof Dr H Ahmad Khairuddin MAg, Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Prof Saiful Deni SAg MSi, Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Prof Dr Akrim SPdI MPd, Rektor Universitas Muhammadiyah Sinjai, Dr Umar Congge S Sos M Si, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr Ma’mun Murod MSi dan Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Polewali Mandar, Ir Nursahdi Saleh, SM ST MSi. 

 

Pekerjaan Rumah yang Tersisa 

Dr Ma’mun Murod MSi

PTMA perlu fokus dalam penyehatan internal perguruan tinggi sebagai pondasi menuju kualitas unggul. Begitu papar Dr Ma’mun Murod MSi, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) saat ditanya bagaimana seharusnya peran PTMA pasca Muktamar. Adanya perkembangan zaman yang semakin kompleks ditambah dengan adanya kemajuan IPTEK membutuhkan inovasi dari PTMA dengan tetap memegang teguh nilai-nilai Al-Islam Kemuhammadiyahan sebagai basis pergerakan. Catatan rumah pertama, bagi Ma’mun yakni penguatan kualitas SDM yang bertaraf internasional. “PR ini tentu perlu dikuatkan dengan adanya Rencana Induk Pengembangan yang visioner juga Renstra yang terukur dengan batasan waktu yang jelas.

Gayung bersambut, Prof Akrim Wakil Rektor II UMSU juga menyasar pada permasalahan yang serupa. Baginya, pengelolaan SDM akan menemui kendala jika PTMA sedari awal tidak memiliki visi yang jelas mengenai SDM yang ada. Visi ini, bagi Prof Akrim akan menjadi panduan untuk mengeluarkan kebijakan yang dibutuhkan SDM sesuai dengan kompetensi SDM dan kebutuhan kelembagaan PTMA. “Tentu, solusinya terletak pada pembentukan atau rancangan pemetaan SDM yang diorientasikan pada pengevaluasian sebaran SDM di PTMA tersebut,” paparnya. Harapannya, visi ini mampu menemukan konsep pengembangan SDM yang sesuai dengan kondisi serta visi dari PTMA itu sendiri. Dalam penguatan pondasi dari pendidikan Muhammadiyah, Prof Saiful Deni sendiri menyebutkan bahwa Muhammadiyah perlu untuk menguatkan mindset yang dimiliki oleh kader Muhammadiyah. “Penguatan ini tentu harus dibarengi oleh pola dalam perekrutan kader untuk dapat mengembangkan praktis pendidikan di Muhammadiyah,” paparnya.

Kader menjadi pondasi utama bagi keberlangsungan dan kemajuan Muhammadiyah di masa yang akan datang. Dr Umar Congge pun memiliki pemikiran yang serupa. Pengkaderan ini juga akan berdampak pada pola kerja dengan memegang teguh prinsip kerja ikhlas, kerja cerdas, dan kerja tuntas dengan niat mengabdi di Persyarikatan. “Hal yang paling penting dalam penguatan pondasi dan praktis pendidikan Muhammadiyah adalah setiap dari kita merasa diri sebagai kader dan warga Persyarikatan,” tegasnya. Hal yang juga penting, yakni tata kelola PTMA. Tata kelola ini perlu untuk dilakukan secara profesional sesuai dengan regulasi yang dibuat oleh pemerintah maupun regulasi internal yang menjadi kebijakan PP Muhammadiyah.

Menurut Ir Nursahdi Saleh, tata kelola dapat diperkuat dengan mengembangkan tata kelola yang baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan mengembangkan tata kelola yang baik pada bidang seni yang berwawasan Al Islam dan Kemuhammadiyahan. Dr Umar Congge juga menyebutkan tata kelola perlu dilakukan secara profesional sesuai dengan tuntutan regulasi yang dibuat oleh pemerintahan maupun regulasi internal yang menjadi kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Berikutnya, Prof Dr H Ahmad Khairuddin MAg menambahkan bahwa substansi ideologi Muhammadiyah juga menjadi PR bagi PTMA. Terlebih, bagi PTMA yang baru tidak semua sivitas akademika berasal dari Muhammadiyah. “Makanya, perlu menanamkan kembali ideologi Muhammadiyah dan paham keislaman yang benar secara terus-menerus dan konsisten. Sehingga dapat menjadi sebuah distingsi bagi pendidikan yang ada,” paparnya. 

 

Penguatan Pondasi

Adapun visi pengembangan Muhammadiyah 2022-2027 adalah “Meningkatnya kualitas gerakan dan sinergi dengan seluruh komponen umat, bangsa, dan kemitraan internasional agar terciptanya keunggulan dan pranata sosial berkemajuan bagi tumbuh dan kembangnya nilai-nilai Islam di Indonesia secara meluas dan berkesinambungan untuk terwujudnya tujuan Muhammadiyah”. Visi ini pula yang menjadi acuan PTMA dalam mendukung program-program yang dilahirkan oleh Persyarikatan.

Lantas, bagaimana seharusnya penguatan pondasi yang dapat dilakukan PTMA?

“Dapat didukung dengan adanya spirit kolektivitas,” begitu papar Prof Saiful Deni menjawab pertanyaan. Spirit kolektivitas disini ialah adanya kebersamaan dan kerja sama yang terjalin diantara PTMA. “PTMA yang terakreditasi Unggul dapat melakukan pendampingan secara intensif kepada PTMA yang baru berkembang. Hal ini perlu menjadi perhatian bersama dalam upaya peningkatan kualitas PTMA di seluruh wilayah,” paparnya. Singkatnya, spirit kolektivitas ini dapat mengecilkan adanya gap antar PTMA dengan adanya inovasi dan kolaborasi. Adanya spirit kolektivitas ini tentu didukung oleh para pemangku kepentingan. Prof Ahmad Khairuddin menyebutkan, kampus perlu dikelola secara transparan dengan model kepemimpinan yang partisipatoris dari seluruh sivitas akademika. “Menurut saya, kepemimpinan yang egaliter dapat menonjolkan sistem yang baik,” paparnya. Upaya ini turut direalisasikan Ir Nasrudin saat diamanahi memimpin ITBM Polewali Mandar. Ia menyebutkan pengelolaan kampus dapat dikuatkan dengan meningkatnya kepemimpinan yang adaptif, produktif, berdaya saing, serta menjalin kerja sama antar PTMA dalam penguatan syiar dakwah Muhammadiyah.

Dr Umar Congge S Sos M Si

Pondasi lainnya, yang tidak kalah penting yakni upaya PTMA dalam mencari jalan baru untuk menambah sumber pendapatan. “Sampai saat ini masih banyak PTMA yang sumber pendapatannya hanya berasal dari satu pintu yakni SPP mahasiswa,” papar Dr Umar Congge. Dengan begitu, PTMA perlu menambah sumber-sumber pendapatan atau amal usaha sehingga PTMA tidak hanya mengandalkan sumber pendapatan dari uang kuliah semata. Seperti yang dikutip oleh Prof Abdul Mu’ti mengenai urgensi badan usaha PTMA. “Bahwa sebaiknya PTMA itu harus memiliki  Badan Usaha, seperti rumah sakit, klinik, apotek, hotel dan semacamnya, sehingga dengan demikian konsep sociopreneur akan berjalan dan di kembangkan di Persyarikatan atau di amal usaha, dan bahkan kedepan sangat memungkinkan jika di PTMA itu akan dikembankan konsep religiopreneur sebagai pilar penunjang di PTMA dan Persyarikatan,” paparnya.

Upaya dalam mengembangkan badan usaha juga telah dilakukan oleh Dr Ma’mun Murod. Badan Usaha Milik UMJ (BUMU) ungkapnya telah berhasil mengumpulkan pendapatan yang besar diluar pendapatan dari mahasiswa. “Potensi yang ada masih banyak yang bisa dikembangkan dengan mengoptimalkan penyewaan sarpras UMJ di luar kegiatan UMJ, kerja sama dengan berbagai sponsor dan lembaga donor, perbankan dan lain-lain yang saat ini telah di tangani oleh lembaga BUMU UMJ,” paparnya. Di akhir, Prof Akrim turut mengingatkan agar PTMA dapat menyusun kerangka filosofis pendidikan Muhammadiyah mulai dari ontologis, epistemologis, dan aksiologis. “Kerangka ini pula yang akan menjadi tumpuan dalam mengembangkan sistem pendidikan tidak hanya di PTMA namun hingga pendidikan dasar. Termasuk pula pada pengembangan kurikulum PTMA nantinya,” pungkasnya. []APR

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*