“Bisa dibilang, milestone-nya perkembangan PCIM Australia itu adalah pendirian MAC,” demikian ujar Muhamad Abduh SE MSc PhD, Member of Director Board MAC di tengah obrolannya bersama Ketua PCIM Australia, Hamim Jufri ST dalam rangka wawancara untuk Warta PTM. MAC dalam pembicaraan adalah Muhammadiyah Australia College (MAC), sekolah dengan jenjang taman kanak-kanak sampai sekolah dasar di Australia yang diresmikan pada akhir 2021 lalu. Izin pendirian sekolah ini telah diperoleh dari pemerintah Australia melalui Victorian Registration and Qualifications Authority (VRQA) Department Education Victoria.
Proses mengenai perencanaan, pembangunan, dan peresmian MAC memang menjadi warna dalam perkembangan di Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Australia. Sebab, dinamika yang perlu dilalui melewati beberapa pergantian kepengurusan bertahun-tahun, tepatnya dimulai dari kepemimpinan Endro Dwi Hatmanto, Dipa Nugraha, Muhammad Edwards, hingga Hamim Jufri yang terhitung masih diamanahkan hingga saat ini. “PCIM Australia sendiri didirikan secara legal pada tahun 2010 di Melbourne,” ujarnya.
Prioritas pada Kualitas
Diperkirakan terdapat 30–40 keluarga di negara bagian Victoria, Australia yang merupakan bagian dari PCIM Australia. Dari jumlah tersebut, hanya 10–15 keluarga yang aktif dengan asumsi kurang lebih mencapai tiga puluh orang. Sekalipun belum pernah ada pendataan keanggotaan secara detail, terutama pada pembagian antara pelajar, pekerja, dan residen Indonesia di Australia, tetapi tampak bagi Hamim Jufri bahwa mayoritas anggota PCIM Australia adalah para residen. “Dulu sempat ada kepengurusan yang didominasi mahasiswa, tapi sejak pandemi Covid-19 jumlah itu sudah jauh berkurang,” tuturnya.
Akan tetapi, Hamim mengambil sisi positif dari ketimpangan anggota tersebut, sebab dengan kendalinya ada pada para residen yang diproyeksikan tinggal lebih lama, maka program yang digagas pun rentang waktunya jangka panjang. Salah satunya adalah Muhammadiyah Australia College yang memakan waktu bertahun-tahun hingga proses peresmiannya. Hamim mengatakan bahwa hal ini menjadi kelebihan, sebab keanggotaan yang permanen akan semakin menurunkan intensitas turnover kepengurusan di dalam organisasi.
Berkaca pada organisasi lainnya, termasuk PCIM-PCIM lain di luar negeri, mahasiswa-mahasiswa yang bergabung dengan PCIM perlu kembali ke Indonesia setelah merampungkan studinya. Hal ini menyebabkan waktu yang tersisa untuk berkontribusi di organisasi akan sedikit, belum lagi apabila terpangkas dengan kelonggaran jeda untuk beradaptasi di lingkungan yang baru. “Banyak juga anggota yang punya kesibukan di tempat lain, sehingga dengan kesibukannya pun membuat keaktifan terbatas dan terkendala untuk melakukan kegiatan-kegiatan besar di PCIM,” ujar Hamim.
Salah satu langkah yang dilakukan oleh Hamim dalam menjaga kualitas gerakan organisasinya adalah melakukan perampingan majelis-majelis yang ada di PCIM. Beberapa majelis digabungkan untuk kepentingan efisiensi dan memberikan amanah bagi anggota-anggota yang menunjukkan komitmennya di PCIM. Sebagai contoh kebutuhan di bidang dakwah dan peningkatan mutu pendidikan digabungkan dalam Majelis Dakwah dan Pendidikan. Majelis ini akan mengurusi kajian bulanan, kedatangan ustadz sebagai narasumber dari Indonesia dalam rangka bulan Ramadhan, dan peremajaan amal usaha Muhammadiyah berupa sekolah. “Akan tetapi, sekalipun urusan beasiswa juga berkaitan dengan pendidikan, tetap ada majelis tersendiri khusus untuk menangani beasiswa,” tambahnya. Majelis-majelis lain di antaranya Majelis Komunikasi, Majelis Kader, dan Majelis Sosial.
Penerimaan dari Warga Australia
“Secara ideologis, sebenarnya Muhammadiyah itu banyak diterima oleh warga sini. Banyak orang menemukan banyak kesamaan dengan apa yang selama ini sudah berjalan di Muhammadiyah,” papar Hamim. Ia mencontohkan bahwa kebanyakan pemikiran-pemikiran warga Australia sepakat dengan visi Muhammadiyah yang hendak memajukan pendidikan, mengelola usaha secara modern, dan semangat meningkatkan kompetensi diri untuk dapat menginspirasi.
Ke depannya, Hamim berharap agar PCIM Australia dapat mengurus dakwah secara eksternal yang menyasar para warga nonmuslim di Australia. Hal ini merupakan sebuah rencana yang dalam implementasinya perlu diformulasikan dengan matang agar efektif. “Tetapi, kami sekarang juga menguatkan diri dalam kajian-kajian bulanan untuk internal Muhammadiyah,” ujarnya. Selain untuk mengumpulkan modal sebelum berdakwah ke luar, dakwah internal juga dapat menjalin silaturahmi dan membangun kebersamaan di dalam anggota.
Tetap Semangat Jaga Kolaborasi
Dalam menjalankan kegiatan-kegiatannya, PCIM Australia banyak bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya ibu-ibu ‘Aisyiyah. Saling mendukung statemen satu sama lain, Hamim dan Abduh mengatakan bahwa PCIM Australia melalui Majelis Sosial senantiasa hadir dalam kegiatan-kegiatan kedaruratan yang membutuhkan bantuan, termasuk di dalamnya ketika bencana banjir atau situasi kritis di Indonesia akibat pandemi Covid-19. Pada saat itu, PCIM Australia dan ibu-ibu ‘Aisyiyah bahu-membahu untuk menyumbangkan masker, peralatan sanitasi yang dibutuhkan, hingga tabung oksigen ke LazisMu kepada Indonesia. Termasuk di luar itu PCIM Australia turut berkontribusi melanjutkan informasi kepada masyarakat dan lansia tentang pentingnya kehidupan yang sehat dan higienis.
“Alhamdulillah, banyaknya program yang berjalan itu tentu juga karena dari PP Muhammadiyah yang mendukung, baik secara spirit dakwah maupun pada konteks ekonomi melalui pendanaan,” ujar Hamim. Ke depannya, ia berharap agar ada banyak kerja sama yang terjalin antara PCIM Australia dengan PPM di Indonesia untuk bersama-sama menjaga kebermanfaatan organisasi, baik kepada anggota maupun masyarakat.
Sekalipun PCIM Australia memosisikan diri sebagaimana dengan PCIM lainnya yakni sebagai organisasi sosial keagamaan Muhammadiyah di luar negeri, tetapi ada juga kontribusi yang bisa diberikan dalam jangka panjang, pada konteks ini adalah adanya suatu amal usaha berupa MAS. Hal yang menjadikan PCIM Australia berbeda dengan lembaga-lembaga sosial keagamaan lainnya adalah komitmen untuk memiliki fokus jangka panjang yang bermanfaat. “Semoga ke depannya, semakin banyak lagi lahir amal-amal usaha Muhammadiyah yang sifatnya luas dan membawa kebaikan hingga jangka panjang,” demikian harap Hamim sekaligus menutup sesi wawancaranya.[] RAS
Be the first to comment