“Saat kami mau mengaktifkannya kembali, rasanya seperti ada di dua keadaan yang kontradiktif. Di satu sisi, kami punya kekhawatiran karena kesempatan tatap muka akan sangat dibatasi selama pandemi COVID-19. Tapi, di sisi lain, motivasi kami sedang tinggi-tingginya untuk mengobarkan semangat dakwah,” demikian ujar Deni Endriani, Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Prancis. Saat itu, sedang mengisahkan pengalamannya melakukan reaktivasi PCIM Prancis setelah tidak aktif selama lima tahun lamanya.
PCIM Prancis sendiri telah berdiri sejak tahun 2007 atas inisiasi seorang kader Muhammadiyah yang sedang menempuh studi di Prancis, yakni Andar Nubowo. Tepatnya adalah tanggal 1 Oktober 2007 yang bertepatan dengan 19 Ramadhan 1428 di Paris. Bersama dengan teman-temannya pada saat itu, PCIM Prancis dapat berkembang dan bertahan dengan kegiatan-kegiatan yang diprogramkan.
Sayangnya, setelah masa kepemimpinan telah habis pada 2019, roda organisasi sempat mandek karena tidak ada pengganti yang dapat menduduki tampuk pimpinan. “Jadi, katakanlah, kami ini sempat vakum,” ujar Deni kembali. Oleh karena itu, upaya untuk memutus situasi stagnan itulah yang diperjuangkan Deni dan kawan-kawannya, satu lustrum kemudian.
Tantangan dan Kemudahan Reaktivasi di Tengah Pandemi
Pengaktifan kembali PCIM Prancis di tengah-tengah pandemi COVID-19 memberi tantangan ganda. Keadaan lockdown total yang terjadi di Prancis, sebagaimana halnya dengan negara-negara lain di dunia, membawa keterbatasan secara fisik bagi sesama pimpinan untuk dapat bertemu muka. Disampaikan oleh Deni, masing-masing pengurus inti berada di kota yang berbeda-beda di Prancis, di antaranya Kota Paris, Lyon, La Rochelle, dan Grenoble.
Sekalipun tidak ada penetapan lockdown, ruang dan waktu bagi pengurus untuk bertemu pun sudah menjadi tantangan tersendiri. “Perjalanan dari satu kota ke kota lain jauh, biasanya pakai kereta cepat. Itu pun paling lama bisa sampai empat jam,” tuturnya. Kereta cepat yang disebutkan oleh Deni merupakan train à grande vitesse (TGV), atau kereta kecepatan tinggi di Prancis yang telah tersebar di banyak kota seantero negeri. Apabila titik keberangkatan dari Kota Paris, yang menjadi kota domisili Deni di Prancis, lama waktu perjalanan ke Lyon, La Rochelle, dan Grenoble berturut-turut adalah dua jam, empat jam, dan tiga jam.
Akan tetapi, di tengah-tengah tantangan yang hadir silih berganti selama lockdown tersebut, ada juga kemudahan yang justru memperlancar roda organisasi “berkat” adanya pandemi COVID-19. Sebab, pada konteks perkembangan teknologi, pandemi COVID-19 dapat mempercepat kemahiran orang-orang dalam memanfaatkan media sosial, termasuk di internal PCIM Prancis itu sendiri. “Ruang yang leluasa dan bebas untuk berselancar di dunia maya adalah kesempatan kami untuk menggencarkan komunikasi,” ucap Deni lagi. Pada akhirnya, pertemuan untuk rapat pengurus atau urusan informal dilakukan melalui daring dengan Zoom. Adanya kesempatan yang ditawarkan oleh kemudahan digital menyebabkan para pengurus dapat tetap berunding bersama membicarakan rencana-rencana kemajuan dan perkembangan PCIM Prancis.
Mempertahankan Eksistensi Jadi Prioritas
Ketika PCIM Prancis pertama kali didirikan pada 2007, baru ada dua bidang yang ditegakkan dalam roda organisasi. Kedua bidang tersebut, pertama, Bidang I Pengembangan Sumber Daya Insani. Kedua, Bidang II Kajian dan Komunikasi. Masing-masing bidang diketuai oleh seorang Ketua Koordinasi. Ketika PCIM Prancis diwacanakan untuk aktif kembali pada 2019, jumlah kader masih sedikit dan bidang-bidang yang terbentuk pun masih terbatas. “Kami masih meraba-raba akan merentangkan ruang gerak seberapa luas,” imbuh Deni.
Oleh karena itu, saat ini PCIM Prancis masih fokus pada penguatan eksistensi diri mereka. Hal tersebut mereka lakukan pada pengimplementasian program-program yang ada. Salah satunya adalah menjalin kolaborasi dengan pengajian-pengajian yang diselenggarakan oleh komunitas lokal. Harapannya, keterlibatan PCIM Prancis dalam kegiatan-kegiatan tersebut dapat menarik perhatian masyarakat untuk menyadari kehadiran persyarikatan Muhammadiyah di Prancis.
Selain itu, PCIM Prancis juga menjalin komunikasi yang aktif dengan Perhimpunan Masyarakat Muslim Indonesia Prancis (PERMIIP). PERMIIP adalah komunitas yang menampung diaspora muslim Indonesia gagasan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Prancis. Hal ini penting untuk dilakukan sebab selain mengokohkan eksistensi PCIM Prancis di mata masyarakat Prancis, PCIM Prancis juga perlu untuk melakukan hal yang sama di tengah diaspora Indonesia sendiri, yang saat ini tengah ada di Prancis.
Ketika COVID-19 telah melonggar pada saat memasuki tahun 2022, Deni berharap agar mereka dapat memberanikan diri untuk bergerak lebih jauh dari sebatas misi pengenalan organisasi. “Pertemuan-pertemuan offline sudah mulai seiring dengan penurunan angka orang-orang yang terdampak COVID-19,” jelasnya. Ini pun juga menjadi keinginan Deni dan kawan-kawannya sejak lama. Sebab, sekalipun komunikasi dapat terjalin dengan bantuan internet dan kecanggihan teknologi, pertemuan secara fisik melalui tatap muka dapat memperbesar energi semangat dakwah dengan lebih efektif.
Berharap Dapat Terus Tebarkan Manfaat
Target Deni dan kawan-kawan untuk dilakukan setelah pertemuan tatap muka dapat memungkinkan adalah melakukan silaturahmi dengan KBRI di Prancis yang berada di Kota Paris. Di tengah rencana-rencana program yang hendak dilakukan oleh internal PCIM Prancis sendiri, kolaborasi-kolaborasi terhadap komunitas dan organisasi lain tetap menjadi strategi dakwah yang efektif.
Di satu sisi, eksistensi PCIM Prancis memang menjadi kesempatan besar bagi Muhammadiyah untuk melebarkan sayap dan menyebarkan ajaran dan nilai-nilai Islam yang berkemajuan, berkeadilan, dan berkemanusiaan. Tetapi, di sisi lain, upaya berdakwah di tengah-tengah masyarakat Prancis dengan budaya yang sekuler, rasional, dan terbuka memerlukan strateginya tersendiri. Itulah kenapa PCIM Prancis tidak semata-mata fokus pada bidang dakwah saja, tetapi fokus pada semangat untuk menebarkan manfaat bagi banyak pihak. “Misalnya, kami di PCIM Prancis juga membuka jasa training bagi orang-orang yang mau belajar bahasa Prancis,” ujar Deni.
Sekalipun demikian, eksistensi PCIM Prancis diharapkan dapat menjadi forum bersama bagi masyarakat Indonesia di Prancis untuk memahami Islam ala Muhammadiyah, yang menjunjung tinggi nilai kemajuan, keadilan, kemakmuran, dan kesetaraan.[] RAS
Be the first to comment