Ubah Garis Hidup Melalui Karya Tulis

“Saya berasal dari keluarga yang kurang mampu. Orang tua saya merupakan penjual rombeng baju bekas di desa. Baju itu dijual ke kawasan Gresik, Lamongan, hingga Babat,” begitu papar Satria Unggul Wicaksana Prakasa Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) membagikan kisah hidupnya. Pendapatan hasil jualan setiap harinya terkumpul 5-25 ribu. Itupun digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga. Alhasil, ia kesulitan untuk membeli buku pelajaran dan bahkan sampai tidak naik kelas saat duduk di kelas 2 SMP. “Waktu itu banyak sekali yang membully saya karena tidak naik kelas, saya sempat mengurung diri selama 2 hari dan berpikir untuk pindah sekolah,” paparnya. 

Kegagalannya tersebut lantas membulatkan tekad Satria untuk menjadi mahasiswa yang aktif organisasi. Pikirnya, meskipun tidak naik kelas setidaknya dia dapat menjadi mahasiswa yang lebih aktif. Berbagai perlombaan turut ia ikuti dengan berbagai olimpiade. Bahkan di tahun selanjutnya ia sempat dinobatkan sebagai wakil ketua kelas 3. Keaktifan tersebut rupanya dibawa Satria hingga lulus dan melanjutkan pendidikan dibangku SMA. “Saat SMA saya baru berkecimpung di ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan belajar tentang Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK) dengan baik,” paparnya. Berasal dari ibu Muallaf, serta kedua orang tua yang setiap hari bekerja membuat Satria kurang memiliki waktu berkomunikasi terlebih mempelajari lebih dalam mengenai agama. Bersyukur saat itu ia bertemu dengan satu guru yakni Yusuf Ismail yang turut mengajari perkara agama dan mengenalkan dirinya dengan AIK. “Beliau dulu sering mengabsen saya untuk shalat dan mengenalkan saya lebih dalam mengenai Muhammadiyah,” paparnya kembali bernostalgia. 

 

Jadi Pelayan dan Juru Ketik 

Semenjak SMA, Satria telah memutuskan untuk sekolah sambil bekerja. Hal itu ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sepulang sekolah, ia lanjut bekerja dari pukul 2 sore hingga 11 malam sebagai waiters dengan pendapatan Rp 40 ribu per hari. Satria sadar bahwa ia harus mengimbangi belajar dan bekerja agar tetap mempertahankan nilai yang tidak turun. Kegigihan tersebut membuahkan hasil. Ia dapat melanjutkan kuliah secara gratis dengan dibiayai Sudarsuman, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 10 Surabaya. Sadar akan hal tersebut, Satria bertekad agar dapat berprestasi dan tidak mengecewakan Kepala Sekolahnya. Tantangan yang dialami Satria tidak berhenti begitu saja. Ia harus terus mencari peluang untuk menambah uang makan. Setelah berkecimpung menjadi pelayan restoran hingga duduk di semester 3, ia mencoba peluang baru dengan menjadi wartawan kampus, membantu riset dosen, sampai jadi juru ketik. “Berkat jadi juru ketik itulah saya diberi laptop oleh dosen,” tambahnya. Keberuntungan melalui tulisan itupun dimulai. Satria mulai giat menulis karya tulis ilmiah, Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM), bahkan Satria pernah lolos hingga PIMNAS. “Beruntungnya dari semester 3 nulis PKM lolos terus dan didanai, jadi waktu itu saya niat nulis bukan karena prestasi, tapi nulis untuk bertahan hidup,” tambah Satria lagi. Motivasi itu tidak hanya membuat Satria mahir dalam menulis, ia bahkan pernah menjabat sebagai Presiden Eksekutif Mahasiswa (BEM) UM Surabaya dan menjadi wisudawan terbaik dengan lulus 3,5 tahun pada 2015.

 

Terpilih sebagai Dosen Terimplementatif

“Sejak lulus S-1 pada tahun 2015, saya diminta langsung oleh Rektor UMSurabaya untuk menjadi calon dosen,” paparnya. Disaat yang sama ia juga memperoleh beasiswa dari UMSurabaya untuk melanjutkan studi S-2 di Universitas Airlangga (Unair) dengan jurusan hukum konsentrasi Hukum Internasional (HI). Awal karir menjadi asisten dosen cukup berat bagi Satria karena harus melakukan asistensi pengajaran, melaksanakan penelitian, dan aktivitas catur dharma PT lainnya. Tentu hal tersebut merupakan pengalaman berat nan menantang, namun karena terbiasa melakukan penelitian, hal tersebut justru memudahkannya diangkat menjadi dosen tetap di FH UM Surabaya. Beberapa karya berupa jurnal dipublikasikan dalam jurnal dan prosiding internasional dan nasional. Satria menyebutkan selama masih menjadi mahasiswa, Satria aktif bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan korupsi Republik Indonesia (KPK-RI), kerja sama ini berlanjut hingga saat menjadi dosen FH UMSurabaya. Ia juga menginisiasi berdirinya Pusat Studi Anti-Korupsi (PUSAD) UMSurabaya, dan pada tahun 2017 diamanahi menjadi Direktur PUSAD UMSurabaya. Beberapa kegiatan penelitian dan eksaminasi putusan kasus korupsi, serta kampanye anti-korupsi terus dilakukan, termasuk menginisiasi berdirinya koalisi masyarakat Jawa Timur Anti-Korupsi (KOMPAK BERSIH). “Hal tersebut juga menjadikan kepakaran saya terbentuk,” paparnya. Terlebih mengenai pertautan riset tentang hukum internasional dalam kaitannya dengan anti-korupsi dalam aktivitas tri dharma perguruan tinggi. Selain isu anti-korupsi, Satria dan tim juga kerap melakukan proses pendampingan terhadap kelompok disabilitas. Hal itu menjadikan UMSurabaya sebagai kampus ramah disabilitas dengan memberikan fasilitas pembelajaran bagi kelompok disabilitas dan juga beasiswa full bagi kelompok disabilitas. Berbagai agenda penelitian dan pengabdian masyarakat juga terus digencarkan. Salah satunya dengan melibatkan kolaborasi aktif antara UMSurabaya dan kelompok disabilitas yang terus berinovasi dalam menghasilkan produk penelitian yang aksesibel bagi kelompok disabilitas. Alhasil, pada tahun 2021 ia dinobatkan sebagai Dosen terimiplementatif di acara workshop hasil luaran bantuan dana inovasi pembelajaran dan teknologi asistif bagi mahasiswa berkebutuhan khusus yang diselenggarakan Kemendikbudristek. 

 

Terus Berkarya Berbasis Target

Meskipun telah banyak menghasilkan karya, Satria mengaku tidak akan pernah puas untuk berproses. Menjadi pembelajar yang baik dimanapun dan kapanpun menjadi prinsip yang terus ia pertahankan. Berkarya berbasis target, aktivitas tri dharma yang terkoneksi satu dengan lainnya melalui kepakaran yang dibentuk adalah kerja-kerja yang terus dilakukan. “Saya memiliki prinsip bahwa pendidikan adalah cara terbaik memutus mata rantai kemiskinan dan keterbelakangan,” tegasnya. Prinsip ini pula yang mengantarkan Satria memperoleh beragam penghargaan diantaranya (1) Penghargaan spesial bagi penelitian di bidang disabilitas dan kelompok rentan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan UMSurabaya pada 2022. (2) Inovasi terbaik teknologi asistif bagi kelompok disabilitas oleh Direktorat Belmawa Kemendikbud RI pada 2021. (3) Dosen terbaik pembimbing KKN UMSurabaya pada tahun 2022. Ia turut berpesan pada dosen agar terus bergerak dan berkarya dalam mengembangkan kompetensi dan kemahiran setiap waktu. “Dosen harus memiliki karya ilmiah yang dihasilkan dengan proses yang berat dan penuh dengan perjuangan. Dedikasi itulah yang menjadikan dosen sebagai insan yang profesional,” paparnya mengingatkan. Ke depan, Satria menargetkan untuk menyelesaikan studi Doktoral yang sudah dilangsungkan pada 2023. Selain itu, ia juga mencoba untuk melakukan riset dengan grant internasional dan nasional. “Target berikutnya yakni menjalankan amanah di fakultas agar tidak hanya individu yang berkembang, namun juga institusi dapat semakin berkembang lagi dan mencapai target akreditas unggul,” pungkas Dekan FH UMSurabaya tersebut. []APR

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*