Tersebarnya Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA) yang berdiri dan eksis di seluruh pelosok tanah air menjadi bukti bagaimana upaya Muhammadiyah dalam mendukung pemerataan dan kemajuan pendidikan di Indonesia. Upaya ini turut diwujudkan oleh Universitas Muhammadiyah Papua (UM Papua) dalam perannya untuk menjembatani kemajuan pendidikan di Tanah Papua. “Jika kita melihat, perkembangan pendidikan tanah Papua dapat diukur dengan capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang baru mencapai 50,22%. Papua menempati nomor urut 34 dari 34 provinsi pula,” begitu papar Prof
Dr H R Partino MPd, Rektor UM Papua mengawali wawancaranya bersama tim Warta PTM. Hal ini berarti, Papua masuk pada kategori provinsi tertinggal dan bahkan menduduki posisi paling bawah. Prof Partino juga menyebutkan, salah satu penyumbang IPM di Papua yakni pendidikan, harapan hidup, dan pendapatan nasional. Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan tinggi di Papua hanya mencapai 44,41% sedangkan di Indonesia rata-rata mencapai 61,51%. “Belum lagi dari Angka Partisipasi Kasar (APK) yang hanya mencapai 11,00%, ini sangat rendah,” tutur guru besar Universitas Cenderawasih tersebut.
Kendati demikian, Dr Ir Muhammad Nurjaya MSi selaku Wakil Rektor II UM Papua optimis bahwa angka partisipasi pendidikan tinggi akan mengalami kemajuan. “Akhir-akhir ini, putra-putri Papua banyak yang telah memanfaatkan perguruan tinggi yang ada di Papua,” paparnya. Hal ini pula yang membulatkan tekad dan semangat sivitas akademika untuk terus menghidupkan lentera pendidikan di Bumi Papua. “Sesuai dengan semboyan yang dipegang UM Papua yakni datang untuk melayani masyarakat Papua,” begitu ungkap Prof Partino.
Pertama dan Satu-satunya Miliki Magister Ilmu Komunikasi di Papua
“Kampus kita ini dulunya adalah STIKOM Muhammadiyah Papua,” begitu papar Nurjaya mengawali wawancaranya. STIKOM atau yang dikenal Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Muhammadiyah ini berdiri pada tahun 2001. Perubahan menjadi Universitas resmi dilakukan setelah turunnya SK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang perubahan status menjadi universitas pada Oktober 2020. Perubahan status ini juga diiringi dengan terbukanya 6 Program Studi yang dimiliki oleh UM Papua yakni Prodi Ilmu Komunikasi, Prodi Hukum, Prodi Lingkungan, Prodi Kewirausahaan, Prodi Ilmu Komputer Prodi Psikologi, dan Prodi Diploma 3 Humas (D-3). Perubahan status dan penambahan Prodi merupakan kebutuhan yang mendesak untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat di tanah Papua sesuai dengan Visi Pembangunan Sosial. “Saat menjadi STIKOM, mahasiswa kami masih sekitar 500-1000 orang. Tapi saat menjadi UM Papua mahasiswa meningkat hingga 2000-an mahasiswa.
Berita baik yang turut dihasilkan, UM Papua juga berhasil menjadi universitas pertama yang membuka Magister Ilmu Komunikasi dan bahkan menjadi satu-satunya di Papua. Pembukaan prodi ini menjadi salah satu prodi yang masih langka dan jarang ditemukan di Papua. “Salah satu program studi UM Papua yaitu Ilmu Komunikasi. Program studi ini merupakan satu-satunya di Papua. Sekarang UM Papua juga membuka S-2 Ilmu Komunikasi. Ada juga program studi Psikologi dan program studi Kewirausahaan, yang pertama kali ada di Jayapura,” terang Partino.
90 Persen Mahasiswa Nasrani
Kiai Ahmad Dahlan memang berprinsip agar gerakan Persyarikatan dapat mendukung kemanusiaan universal tanpa diskriminasi. Hal ini pula yang direalisasikan UM Papua dalam mewujudkan pendidikan di Papua. Komitmen ini pula yang dijaga sebagai wujud UM Papua dalam mendorong adanya identitas inklusif Muhammadiyah. Indah Sulistiani, Wakil Rektor I Bidang Akademik UM Papua menyebutkan hampir keseluruhan mahasiswa UM Papua merupakan putra dan putri asli Papua.
Sadar akan hal itu, Nurjaya juga menimpali bahwa mayoritas mahasiswanya memang beragama nasrani. “Mahasiswa UM Papua sebanyak 90,76% adalah anak-anak orang asli Papua dengan agama Nasrani. Sebanyak 9,24% mahasiswa adalah pendatang dengan agama Islam,” paparnya. Meskipun begitu, Nurjaya melanjutkan bahwa UM Papua turut merealisasikan nilai-nilai yang terkandung pada Catur Dharma. Salah satunya penerapan Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK). “Program AIK yang telah berjalan diantaranya pengajian AIK setiap pekan, pembinaan tendik dan dosen melalui baitul arqom, pengajian rutin setiap pekan, dan pembinaan mahasiswa melalui IMM serta Tapak Suci UM Papua,” paparnya.
Tentunya, perbedaan agama bukan menjadi alasan untuk menyekat adanya kegiatan sosial dan penguatan amal yang dilakukan Muhammadiyah. Upaya ini turut mendapatkan apresiasi dari Prof Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ia menyebutkan, UM Papua sebagai salah satu diantara empat kampus Muhammadiyah di Papua berperan penting dalam pencerdasan dan pencerahan umat di Papua. “Alasan Muhammadiyah diterima di tengah masyarakat salah satunya yakni adanya gerakan pencerdasan. Pendekatan amal nyata seperti membangun sekolah, balai kesehatan, balai sosial, dan amal-amal lain yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Tantangan dan Hambatan
Tak hanya bidang akademik dan AIK, UM Papua juga berusaha mengakomodasi dan mengembangkan kearifan lokal agar kekuatan budaya setempat tetap lestari. “Kaitannya dengan kearifan lokal yang ada di Papua, hal tersebut menjadi salah satu faktor budaya yang dipertahankan,” ujar Indah. Meskipun pada faktanya, UM Papua juga turut mengalami hambatan juga tantangan. Salah satunya yakni ketersediaan SDM yakni dosen yang mengajar. “Ada beberapa dosen yang tidak bisa hadir dan datang ke UM Papua. Kalaupun mengajar hanya melalui daring.
Begitupun untuk penelitian dan pengabdian yang belum dapat berjalan dengan optimal,” papar Nurjaya melengkapi. Prof Partino juga menambahkan adanya permasalahan mahasiswa yang tidak mampu membayar SPP juga menjadi tantangan tersendiri. “Dengan begitu kami turut memberikan keringanan dengan memfasilitasi beasiswa dan lainnya,” paparnya. Saat ini UM Papua menyediakan 100 beasiswa untuk mahasiswanya dari pemerintah daerah dan juga bantuan beasiswa berupa KIP (Kartu Indonesia Pintar) dari pemerintah pusat. “Meskipun biaya SPP ini menjadi tantangan, namun dosen dan tendik tetap kami gaji dan mendapatkan haknya,” papar Partino memberikan solusi.
Mobilisasi Potensi yang Dimiliki
Dengan begitu, UM Papua terus melecutkan potensi yang dimiliki. Sesuai dengan pesan dari Prof Haedar untuk pengembangan UM Papua yakni pertama, UM Papua harus mampu memobilisasi potensi yang dimiliki. Kedua, diperlukan adanya kemampuan untuk perencanaan dan manajemen yang strategis. Ketiga, diperlukan sinergi dan kolaborasi. Keempat, diperlukan pengembangan investasi Sumber Daya Manusia (SDM), pengembangan beasiswa.
Menanggapi hal tersebut, Prof Partino optimis untuk terus berikhtiar memajukan kampus tercinta sesuai dengan pilar Muhammadiyah. “Kami datang bukan untuk dilayani. Kami mendidik anak-anak Papua supaya menjadi pemimpin Papua di masa depan. Jadi anak-anak Papua harus menjadi pemimpin di tanahnya sendiri dan negerinya sendiri. UM Papua akan membawa kedamaian untuk semua orang termasuk di Bumi Papua,” begitu pungkasnya. []APR
Be the first to comment