Rangkaian Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Humas Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ’Aisyiyah (PTMA) 2025 berlanjut dengan sesi keempat yang menghadirkan pakar media digital, Rully Nasrullah. Pada kesempatan tersebut, Rully memberikan paparan mendalam mengenai arah pengelolaan media sosial perguruan tinggi yang adaptif, berbasis riset audiens, dan relevan dengan dinamika komunikasi digital masa kini.
Dalam pemaparannya, ia menegaskan bahwa keberhasilan strategi komunikasi digital PTMA sangat ditentukan oleh pemahaman terhadap karakter, kebutuhan, dan preferensi audiens. Menurutnya, banyak institusi pendidikan masih memproduksi konten secara rutin dan formalistik tanpa mempertimbangkan apakah konten tersebut memberikan nilai manfaat bagi mahasiswa, calon mahasiswa, orang tua, maupun publik yang lebih luas.
“Pertanyaannya sederhana: ketika netizen membuka akun perguruan tinggi Muhammadiyah, nilai apa yang mereka dapatkan?” ujarnya, Sabtu (6/12).
Ia menilai bahwa sekitar 80 persen konten media sosial kampus saat ini masih didominasi aktivitas seremonial yang minim fungsi informatif. Karena itu, ia mendorong unit humas PTMA untuk melakukan audit dan evaluasi konten secara berkala. Tujuannya agar unggahan yang diproduksi benar-benar relevan dengan kebutuhan penggunanya.
Sebagai strategi, Rully menyarankan model pengelolaan dua akun media social. Satu akun formal sebagai kanal resmi institusi dan akun nonformal yang menampilkan keseharian kampus, dinamika mahasiswa, aktivitas komunitas, dan konten ringan yang lebih dekat dengan publik.
Menurutnya, konten informal semacam itu sering kali justru menghasilkan interaksi yang lebih tinggi dan membangun kedekatan emosional dengan audiens. Banyak kampus, katanya, mendapatkan atensi lebih melalui konten sederhana yang ditata secara kreatif dan otentik.
Lebih jauh, ia menyoroti pentingnya menentukan fokus branding. Kampus harus memutuskan apakah ingin menonjolkan kekuatan institusi, fakultas, program studi, atau kualitas sumber daya manusia seperti dosen dan peneliti. Pilihan tersebut akan memengaruhi strategi narasi, visual, dan jenis konten yang diprioritaskan.
Rully juga menekankan bahwa segmentasi audiens menjadi faktor krusial. Bentuk komunikasi yang efektif untuk calon mahasiswa tentu tidak sama dengan pendekatan bagi orang tua atau masyarakat umum. Karena itu, kampus perlu menganalisis perilaku audiens, termasuk preferensi usia, kebutuhan informasi, dan pola interaksinya di media sosial.
Kesalahan dalam identifikasi target audiens, ujarnya, dapat membuat institusi memproduksi konten yang tidak relevan ataupun tidak memiliki nilai guna.
Di akhir sesi, Rully menegaskan bahwa peningkatan kualitas branding digital bukanlah soal frekuensi unggahan, tetapi kecocokan konten dengan kebutuhan audiens. “Sebelum memproduksi konten, identifikasi dulu siapa yang ingin Anda jangkau,” pesannya.
Ia menutup dengan ajakan bagi humas PTMA untuk beradaptasi dengan ekosistem digital yang semakin kompetitif. Inovasi, kolaborasi, dan keberanian mencoba pendekatan baru menjadi kunci agar media sosial PTMA mampu memberikan manfaat yang lebih luas sekaligus memperkuat citra perguruan tinggi Muhammadiyah sebagai institusi pendidikan yang progresif dan responsif.
Be the first to comment