
Alumni Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Nisrina Dayita Anggoro, S.Ars, membuktikan bahwa lulusan Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA) mampu bersaing di kancah internasional. Melalui beasiswa prestisius Stefan Banach Scholarship, Nisrina saat ini tengah menempuh studi magister di Warsaw University of Technology (WUT), Polandia, dalam program internasional Architecture for Society of Knowledge (ASK).
Program ini menitikberatkan pada integrasi desain arsitektur kontekstual dengan teknologi digital mutakhir. Nisrina—lulusan Arsitektur UMS angkatan 2017—mengaku bahwa pondasi keilmuan dan pengalaman akademik selama berkuliah di UMS sangat berperan dalam membawanya hingga ke Eropa.
“Di UMS, saya tidak hanya belajar teori arsitektur, tetapi juga dilibatkan dalam penelitian dan menjadi asisten dosen. Pengalaman itu membekali saya sebelum terjun ke dunia kerja di konsultan arsitektur Jakarta,” tutur Nisrina saat diwawancara, Senin (14/7).
Motivasi Nisrina melanjutkan studi ke Eropa dilandasi ketertarikannya pada sejarah dan dinamika arsitektur benua tersebut, khususnya proses rekonstruksi Kota Warsawa pasca-Perang Dunia II yang dinilainya berhasil mempertahankan identitas sejarah secara sistematis. Program ASK yang ia jalani pun menantang sekaligus membuka cakrawala berpikir.
“Mahasiswa dituntut untuk kritis terhadap konteks lokal maupun global. Kuliah dilakukan secara lintas disiplin, bahkan menghadirkan dosen tamu dari berbagai universitas Eropa. Saya banyak belajar tentang digital fabrication, generative design, sampai integrasi AI dalam desain,” jelasnya.
Meski sempat mengalami kesulitan adaptasi teknologi dan sistem pembelajaran, Nisrina bersyukur berada di lingkungan akademik yang suportif. “Penggunaan software seperti BIM dan simulasi parametrik sudah jadi standar di sini. Tapi para dosen sangat terbuka untuk diskusi, bahkan di luar kelas,” tambahnya.
Salah satu mata kuliah favorit Nisrina adalah Design Studio dan Experimental Design, yang menjadi inti dari kurikulum dan memiliki bobot kredit tertinggi. Lewat kelas tersebut, ia diajak menggali pendekatan arsitektur yang kontekstual sekaligus inovatif.
Tak hanya belajar, Nisrina juga membawa semangat kebudayaan Indonesia ke panggung internasional. Dalam beberapa forum akademik, ia memperkenalkan kekayaan arsitektur Nusantara dan tengah menulis tesis tentang pemindahan Ibu Kota Negara. “Banyak teman dari berbagai negara tertarik setelah saya menjelaskan kompleksitas Indonesia sebagai negara kepulauan,” ungkapnya.
Menurut Nisrina, arsitektur bukan semata soal bentuk bangunan, tetapi juga perwujudan nilai, identitas, dan cara hidup masyarakat. “Seorang arsitek harus mampu menjembatani perbedaan budaya lewat desain yang inklusif dan peka konteks,” ujarnya.
Ia pun mendorong mahasiswa PTMA, khususnya UMS, untuk terus mengasah kemampuan bahasa, memperkuat portofolio, dan membangun pola pikir terbuka sejak dini. “Jangan ragu mendaftar beasiswa internasional. Belajar di luar negeri itu bukan hanya soal karier, tapi juga membentuk cara pandang sebagai arsitek global,” pesannya.
Nisrina berharap mahasiswa Arsitektur UMS semakin aktif mengembangkan budaya diskusi kritis, melek teknologi digital, dan terbuka terhadap kolaborasi lintas disiplin. “UMS adalah tempat saya bertumbuh. Di sana saya belajar pentingnya berpikir kontekstual, dan dari sanalah saya mulai melangkah menuju panggung arsitektur global,” pungkasnya.
Be the first to comment