
Tepat di Desa Mola Nelayan Bakti, tempat komunitas suku Bajo bermukim di atas laut, masalah putus sekolah masih menjadi tantangan serius. Tingginya angka anak-anak yang tidak melanjutkan pendidikan mendorong mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) untuk turun tangan.
Lewat program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tapak Pengabdi Khatulistiwa (Tabik), UMY telah tiga tahun mendampingi masyarakat Bajo. Tahun ini, sebanyak 32 mahasiswa dari berbagai program studi bergabung dalam KKN Tabik generasi kelima. Salah satu fokus utama mereka adalah pendampingan literasi dan numerasi bagi anak-anak Bajo yang putus sekolah.
“Kami menggelar kelas outdoor: baca tulis hitung, bimbingan ibadah, dan mengaji. Lokasinya berpindah-pindah, dari sudut desa hingga masjid setempat. Pernah sekali kegiatan kami diikuti lebih dari 50 anak,” tutur Bintang Soediono, mahasiswa Hubungan Internasional UMY sekaligus ketua tim KKN Tabik, Ahad (24/7).
Bintang menekankan bahwa pendampingan ini tidak sekadar mengajarkan keterampilan dasar, tetapi juga menumbuhkan kesadaran anak-anak Bajo tentang pentingnya pendidikan. “Kami mendapat dukungan besar dari kampus, pemerintah daerah, hingga masyarakat desa. Harapannya, program ini terus berlanjut,” tambahnya.
Kolaborasi dengan Komunitas Lokal
Program KKN Tabik berkolaborasi dengan Sikola Bajalan, komunitas yang sejak lama berfokus pada literasi dan numerasi anak-anak Bajo. Pendiri Sikola Bajalan, Agustia, menyebut keterlibatan mahasiswa UMY sebagai bentuk sinergi yang menghargai kearifan lokal.
“Kegiatan KKN ini sangat baik karena mahasiswa UMY mau beradaptasi dengan tradisi masyarakat dan bekerja sama dengan komunitas lokal,” ujarnya.
Sikola Bajalan menargetkan anak-anak yang tidak sekolah, putus sekolah, maupun yang sudah sekolah tetapi belum bisa membaca. Dengan pendekatan berbasis budaya Bajo, proses belajar terasa lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari anak-anak.
Meski terdapat dua PAUD, dua SD, satu SMP, dan satu SMA di lingkungan Bajo, termasuk SMA Muhammadiyah 1 Wakatobi, angka putus sekolah tetap tinggi. Faktor ekonomi, keterbatasan akses, dan pola hidup masyarakat laut menjadi penyebab utama.
Kehadiran mahasiswa UMY melalui KKN Tabik menjadi ikhtiar kecil namun bermakna, membantu membuka kembali jalan pendidikan bagi anak-anak Bajo. Upaya ini pun mendapat apresiasi dari masyarakat dan pemerintah setempat.
Dengan pendampingan literasi dan numerasi ini, UMY ingin membuktikan bahwa perguruan tinggi tidak hanya mendidik di kampus, tetapi juga menyalakan harapan baru di pelosok negeri.
Be the first to comment