Pakar Anak dari UM Surabaya Ingatkan Bahaya Child Grooming Melalui Game Online

Pakar Anak dari UM Surabaya Ingatkan Bahaya Child Grooming Melalui Game Online

Pada zaman sekarang, ruang cyber game online diminati banyak kalangan, Dimulai dari orang dewasa sampai pada anak-anak. Tanpa disadari hal ini menjadi perhatian khususnya pada anak-anak. Hal ini dapat menjadi bahaya yang menyerang anak-anak dari predator seksual.

Jika diamati bersama, fitur yang tersedia dalam game online bukan hanya menyajikan permainan semata. Namun, dapat memungkinkan user atau pengguna saling berinteraksi dengan pengguna lainnya dari segala penjuru saat berlangsungnya permainan.

Holu Ichda Wahyudi, SPd MSi, selaku dosen dan pakar anak Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya turut memperhatikan masalah ini. “Kondisi ini membuka peluang bagi para predator seksual mencari mangsa anak-anak sebagai kelompok yang rentan. Melalui tipu daya atau yang dikenal dengan istilah child grooming,” kata Holy.

Mengapa anak-anak menjadi kelompok yang rentan? Holy menjelaskan, anak-anak menjadi kelompok yang rentan. Karena anak-anak masih belum dapat berpikir kritis tentang konsep persetujuan (consent).

“Anak-anak dapat dengan mudah terjebak pada bujuk rayu dengan iming-iming yang menarik bagi mereka. Misalkan fitur game yang dapat mendukung permainan, hadiah, data internet, atau iming-iming lainnya,” jelas Holy sebagai dosen PGSD UM Surabaya.

Kemudian, Holy menegaskan telah banyak kasus yang terjadi yang menimpa anak-anak. Buah hati kita menjadi korban pornografi karena terjebak dalam manipulasi pedofil pada game online. Seperti kasus anak-anak yang terbujuk mengirimkan gambar vulgar tubuhnya kepada partner game online. Ditambah dengan fitur anonymous, yang membuat para pelaku semakin berani.

Lantas apa yang seharusnya orang tua lakukan?

Kata Holy, orangtua harus dapat memberlakukan regulasi dalam pola parenting terutama pada aktivitas screen time. Misalkan, game apa saja yang bisa diakses oleh anak di usianya. Bahkan orang tua dapat hadir langsung mendampingi anak-anak ketika bermain game.

Sehingga upaya pertama adalah membangun interaksi dan pendekatan emosional yang intens dengan anak-anak. Selanjutnya, orang tua juga dapat memberikan edukasi kepada anak-anak tentang bahaya memberikan informasi pribadi kepada orang tidak dikenal. Seperti identitas maupun foto.

“Edukasi pencegahan seksual sejak dini juga penting untuk dibangun. Tentang perilaku orang lain yang bisa dikategorikan sebagai pelecehan,” kata Holy.

Tidak dapat kita pungkiri, bagi sebagian orang tua, obrolan tentang hal di atas terkendala dengan batasan tabu. Padahal sudah saatnya orang tua menormalisasi edukasi tentang literasi digital yang aman. Serta pencegahan kekerasan seksual terhadap anak. “Apalagi, pendidikan pertama bagi anak, adalah lingkungan keluarga,” ujar Holy. []ic

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*