Senin (8/9/2025) siang, Auditorium Kampus 1 Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) dipenuhi wajah-wajah antusias ribuan mahasiswa baru. Di tengah riuh semangat Masa Ta’aruf (Masta) 2025/2026, sebuah pesan penting mengalun lantang: kampus harus menjadi ruang yang aman, inklusif, dan bebas kekerasan.
Pesan itu datang dari Dr. Yulia Kurniaty, SH., MH., perwakilan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT). Membawakan materi bertajuk “Mewujudkan Lingkungan Pendidikan yang Inklusif, Berkebinekaan, dan Aman Agar Menjadi Mahasiswa Berprestasi”, ia menekankan bahwa kekerasan di kampus tak melulu berbentuk fisik.
“Catcalling, komentar seksual, penyebaran gosip, diskriminasi karena agama atau gender—semua itu adalah bentuk kekerasan yang tidak boleh dianggap sepele,” tegasnya.
Yulia mengurai realitas baru: kekerasan kini merambah ruang digital. Dari candaan merendahkan di grup daring hingga ujaran kebencian di media sosial, semuanya bisa berujung pada pelanggaran serius. Ia meminta mahasiswa tak hanya menjaga sikap, tetapi juga bijak dalam berkomunikasi dan berinteraksi di dunia maya.
“Candaan yang merendahkan bisa melukai lebih dalam dari yang kita bayangkan. Jangan takut menegur atau melapor bila melihat kekerasan,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya memahami regulasi, khususnya Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 yang menjadi dasar hukum pencegahan dan penanganan kekerasan di perguruan tinggi.
Selain mencegah, mahasiswa juga dibekali cara melindungi diri. Yulia mendorong mereka berani berkata “tidak” ketika merasa tidak nyaman, menjaga batas pribadi, hingga membangun jaringan dukungan.
“Identitas korban dilindungi. Jangan ragu untuk melapor ke PPKPT atau lembaga resmi lainnya. Dengan begitu, kita bukan hanya melindungi diri, tapi juga orang lain,” jelasnya.
Ia bahkan menganjurkan mahasiswa mengikuti pelatihan pengendalian emosi, kesetaraan gender, hingga komunikasi efektif agar lebih siap menghadapi berbagai situasi.
Kehadiran Yulia di forum Masta bukan sekadar seremonial. Bagi UNIMMA, pesan ini adalah bagian dari komitmen besar. Wakil Rektor III Bidang AIK, Dr. Kanthi Pamungkas Sari, M.Pd., menegaskan bahwa pencegahan kekerasan sejalan dengan nilai dakwah Muhammadiyah.
“Bagi UNIMMA, membangun kampus yang aman dan inklusif bukan hanya kewajiban regulatif, tapi juga bagian dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Nilai ini lah yang jadi ruh perguruan tinggi Muhammadiyah,” ungkapnya.
Melalui Masta 2025/2026, UNIMMA menegaskan posisinya sebagai rumah bagi mahasiswa yang tak hanya ingin unggul akademik, tetapi juga berkarakter. Lingkungan kampus yang bebas kekerasan diyakini menjadi fondasi melahirkan generasi pencerah—mahasiswa yang tangguh, peduli, dan siap memberi dampak nyata bagi masyarakat.
Be the first to comment