Banyak Kasus Kekerasan di Dunia Kesehatan, Dosen Umsida: Perlu Benahi Sistemnya

Banyak Kasus Kekerasan di Dunia Kesehatan, Dosen Umsida: Perlu Benahi Sistemnya
Banyak Kasus Kekerasan di Dunia Kesehatan, Dosen Umsida: Perlu Benahi Sistemnya

Maraknya kasus kekerasan dan pelecehan dalam dunia kesehatan, khususnya pendidikan dokter spesialis (PPDS) menjadi alarm serius bagi institusi pendidikan kedokteran di Indonesia. Salah satu sorotan datang dari dr Nur Aini Hasan, M.Si., Ketua Prodi Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), yang menilai akar masalah ini terletak pada sistem pendidikan yang belum sehat.

Menanggapi pasca viralnya sejumlah kasus PPDS, termasuk dugaan perkosaan oleh dokter PPDS di Bandung serta kasus bunuh diri dokter muda karena tekanan berlebih, dr Nur menegaskan perlunya pembenahan sistem secara menyeluruh.

Ia menjelaskan bahwa tindakan kekerasan dan bullying di lingkungan pendidikan dokter spesialis sudah lama terdengar dan seolah menjadi budaya yang dilanggengkan.

“Siapa yang kuat bisa sekolah PPDS,” katanya.

Tekanan Sistemik yang Memberatkan

Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi penyebab perbuatan itu. Seperti beban kerja PPDS yang tak terkontrol membuat lingkungan kerja menjadi berat secara psikis. Banyak dari mereka harus bekerja melebihi jam normal, bahkan hingga berhari-hari tanpa pulang. Tekanan dari dokter senior pun kerap berujung pada pelimpahan tanggung jawab yang tak masuk akal.

“Tak jarang mereka juga harus melayani kebutuhan pribadi senior. Ini tidak semestinya terjadi dalam dunia akademik,” tegasnya.

dr Nur juga menyebut bahwa pelaku kekerasan dan pelecehan dari oknum dokter di PPDS dulunya juga korban dari sistem serupa di masa lalu. Siklus ini terus berulang, menciptakan ekosistem pendidikan yang justru melemahkan mental dan karakter tenaga medis muda.

Perlu Perubahan Arah Sistem Pendidikan PPDS

Sebagai institusi pendidikan, kata dr Nur, universitas seharusnya berperan lebih aktif dalam memastikan bahwa pelatihan dokter spesialis bukan hanya soal keahlian klinis, tapi juga kesejahteraan mental dan moral tenaga medis.

“Memang dokter PPDS tersebut bersalah, agar tidak terus terjadi, kita perlu benahi dari akarnya. Seperti sistem PPDS harus diperbarui agar lebih mensejahterakan, tidak hanya mencetak dokter kompeten, tapi juga dokter beretika,” ujarnya. 

dr Nur menggambarkan situasi di rumah sakit yang jumlah dokter spesialis yang terbatas, sedangkan PPDS-nya sangat banyak. Apalagi jika dokter spesialis tersebut memiliki banyak pasien yang harus dioperasi, di poli, dan rawat inap.

“Beberapa kasus yang pernah terjadi di lapangan, mereka tidak memiliki waktu untuk mengajar dokter PPDS sehingga dokter tersebut melimpahkan tanggung jawabnya ke PPDS senior. Dan pelimpahan tanggung jawab itu terus bertahun hingga ke level junior,” terang dr Nur.

dr Nur menyarankan dalam sistem program PPDS terbarunya, para calon dokter tidak lagi mendaftar ke universitas, melainkan akan mendaftar langsung ke rumah sakit tujuan. Dengan sistem ini, imbuhnya, dokter spesialis bisa memiliki lebih banyak waktu untuk mengajar residennya.

Jadi menurutnya, kasus ini lebih berfokus pada upaya memperbaiki dari sistem pendidikan atau pelatihan untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung dan menghargai kesejahteraan emosional baik itu pasien maupun tenaga medis.

Pentingnya Etika dan Pendidikan Karakter Dokter Sejak Dini

Tak hanya soal struktur sistem, dr Nur juga menyoroti pentingnya pendidikan etika medis sejak mahasiswa tingkat awal. Menurutnya, seorang dokter harus memiliki keseimbangan antara kemampuan intelektual, emosional, dan spiritual.

“Kita di Umsida selalu menanamkan bahwa ilmu tanpa akhlak bisa berujung pada penyimpangan. Maka, komunikasi, empati, dan integritas harus diajarkan sejak jenjang S1,” katanya.

Ia juga mendorong adanya pendekatan lintas disiplin, seperti integrasi psikologi, hukum, dan etika medis dalam kurikulum. Tujuannya agar lulusan kedokteran tidak hanya handal secara teknis, tetapi juga siap secara mental dan moral menghadapi kompleksitas dunia kesehatan.

Sebagai bagian dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA), Umsida memiliki komitmen kuat. Untuk mencetak dokter-dokter yang tak hanya cakap ilmu, tapi juga unggul dalam akhlak dan kepekaan sosial.

“Kita tidak ingin marwah profesi dokter rusak karena budaya yang dinormalisasi. Kita harus hentikan itu dari dunia pendidikan,” tutup dr Nur. []ic

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*