Aroma khas cengkeh sejak lama lekat dengan sejarah Nusantara. Dari Maluku, rempah bernilai tinggi ini pernah membuat bangsa-bangsa asing berlayar ribuan kilometer demi menjejakkan kaki di tanah Indonesia. Kini, di era modern, cengkeh kembali mendapat sorotan, bukan hanya sebagai bumbu dapur, melainkan juga sebagai bahan baku potensial industri farmasi.
Hal itu ditegaskan dalam pidato pengukuhan Prof. Dr. apt. Nining Sugihartini, M.Si., guru besar baru Universitas Ahmad Dahlan (UAD) di bidang teknologi formulasi sediaan obat dan kosmetika. Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Transformasi Sediaan Antiinflamasi Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum L.): Eksplorasi Sediaan Topikal dan Inisiasi Scale-Up ke Skala Pilot,” Prof. Nining menekankan pentingnya riset cengkeh untuk kesehatan masyarakat.
“Upaya ini sejalan dengan implementasi Surat An-Nahl ayat 11, bahwa tumbuhan adalah anugerah bagi manusia. Minyak atsiri cengkeh adalah salah satu bukti kebesaran itu,” ungkapnya, pada Sabtu (30/8).
Minyak atsiri bunga cengkeh kaya akan eugenol, senyawa yang diakui dunia karena sifat antimikroba, antioksidan, dan antiinflamasinya. Penelitian Prof. Nining mengubah kekayaan alam ini menjadi inovasi sediaan topikal. Ia menguji tujuh formulasi berbeda, mulai dari salep basis larut air, hidrokarbon, serap, hingga losion, emulgel, dan krim. Hasilnya, empat formulasi terbukti efektif sebagai antiinflamasi.
Tak berhenti di situ, riset kemudian diarahkan ke teknologi mikroemulsi dengan komposisi optimal 7% fase minyak, 60% surfaktan, dan 30% fase air. Kombinasi tween 80 dan PEG 400 sebagai surfaktan-cosurfaktan memberi stabilitas fisik yang sesuai dengan standar industri.
Tahapan riset Prof. Nining kini melangkah lebih jauh: inisiasi scale-up dari laboratorium menuju skala pilot. Ia menguji dua metode, yakni low energy dengan pengadukan 360-980 rpm, dan high energy menggunakan ultraturrax 3.600-8.000 rpm. Hasil evaluasi menunjukkan stabilitas pH, viskositas, dan sifat fisik yang menjanjikan.
Temuan ini membuka peluang besar bagi minyak atsiri cengkeh untuk dikembangkan sebagai produk farmasi dan kosmetika modern, mulai dari krim antiinflamasi hingga produk perawatan kulit.
Prof. Nining menegaskan, capaian akademik ini bukan hanya kerja keras pribadi. “Ini hasil dari perjalanan panjang, kerja sama tim, dan dukungan banyak pihak,” tuturnya.
Pengukuhan ini menambah daftar guru besar UAD yang kiprahnya tidak hanya memperkuat tradisi akademik, tetapi juga menghadirkan solusi nyata dari kekayaan alam Indonesia. Dari bunga cengkeh, lahirlah harapan baru: obat alami dengan daya saing global.
Be the first to comment