Menggapai Indonesia Emas 2045: Pemerataan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Menggapai Indonesia Emas 2045: Pemerataan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Menggapai Indonesia Emas 2045: Pemerataan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Oleh: Muhammad Syahrullah. SR
Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah, Universitas Muhammadiyah Malang

Indonesia bercita-cita menjadi negara maju pada tahun 2045, tepat satu abad setelah kemerdekaan. Namun, di tengah optimisme itu, tantangan besar menghadang: kesenjangan ekonomi yang masih menganga lebar. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan rasio Gini Indonesia per September 2023 sebesar 0,378. Meski angka ini membaik dibanding periode sebelumnya, masih jauh dari kondisi ideal pemerataan ekonomi. Ditambah lagi, pandemi COVID-19 dan gejolak geopolitik global telah memukul keras perekonomian nasional, mengancam upaya pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan.

Visi Indonesia Emas 2045 mensyaratkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin, desa dan kota, serta antar wilayah masih menjadi PR besar bagi pemerintah dan seluruh elemen bangsa.

Tantangan pemerataan ekonomi dan distribusi pendapatan di Indonesia bukan hanya soal angka-angka statistik. Ini adalah persoalan keadilan sosial dan martabat manusia. Ketimpangan yang tinggi berpotensi memicu ketidakstabilan sosial, menghambat mobilitas ekonomi, dan pada akhirnya mengancam kohesi sosial bangsa. Oleh karena itu, upaya mengatasi kesenjangan harus menjadi prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2022 mencapai 72,91, meningkat dari 71,94 pada tahun 2021. Meski tren positif, capaian ini masih menempatkan Indonesia di peringkat 114 dari 191 negara. Angka ini merefleksikan tantangan besar dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan standar hidup layak yang masih dihadapi masyarakat Indonesia.

Teori lingkaran setan kemiskinan yang dikemukakan oleh Gunnar Myrdal masih relevan dalam konteks Indonesia saat ini. Kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan kurangnya akses terhadap layanan kesehatan saling berkaitan, menciptakan siklus yang sulit diputus. Ini terlihat jelas dari disparitas IPM antar provinsi di Indonesia. Sebagai contoh, IPM DKI Jakarta pada 2022 mencapai 81,22, sementara Papua hanya 60,62.

Langkah Konkret

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan strategi komprehensif yang menyentuh berbagai aspek pembangunan. Berikut beberapa langkah konkret yang dapat diambil:

  1. Reformasi Sistem PendidikanPendidikan adalah kunci untuk memutus lingkaran setan kemiskinan. Indonesia perlu melakukan reformasi sistem pendidikan yang berfokus pada peningkatan kualitas, pemerataan akses, dan relevansi dengan kebutuhan pasar kerja. Implementasi kurikulum berbasis kompetensi, peningkatan kualitas guru, dan pengembangan infrastruktur pendidikan di daerah tertinggal harus menjadi prioritas.Langkah ini sejalan dengan SDG 4: Quality Education, yang bertujuan memastikan pendidikan berkualitas yang inklusif dan merata, serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua.

    Beberapa inisiatif konkret yang dapat diimplementasikan meliputi, a) Pengembangan program beasiswa yang lebih luas untuk siswa dari keluarga kurang mampu. b) Peningkatan investasi dalam pendidikan vokasi yang selaras dengan kebutuhan industri. c) Implementasi teknologi pendidikan untuk menjangkau daerah terpencil, seperti program pembelajaran jarak jauh berbasis internet. d) Penguatan program literasi digital untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi era Industri 4.0.

  2. Pengembangan Ekonomi Digital yang InklusifEra digital membuka peluang baru untuk pemerataan ekonomi. Pemerintah perlu mendorong adopsi teknologi digital di berbagai sektor, terutama UMKM. Program seperti digitalisasi UMKM, pengembangan e-commerce di daerah, dan pelatihan keterampilan digital bagi masyarakat pedesaan dapat membuka akses pasar yang lebih luas dan menciptakan lapangan kerja baru.Inisiatif ini mendukung pencapaian SDG 8: Decent Work and Economic Growth, serta SDG 9: Industry, Innovation, and Infrastructure.

    Langkah-langkah spesifik yang dapat diambil meliputi: a) Pengembangan infrastruktur digital yang merata di seluruh wilayah Indonesia. b) Pemberian insentif fiskal untuk startupteknologi yang berfokus pada solusi untuk masalah sosial dan ekonomi. c) Pembentukan pusat-pusat inovasi digital di daerah untuk mendorong kewirausahaan berbasis teknologi. d) Kerjasama dengan platforme-commercebesar untuk membuka akses pasar bagi UMKM di daerah terpencil.

  3. Penguatan Program Perlindungan SosialSistem perlindungan sosial yang kuat dan tepat sasaran sangat penting untuk mengurangi kerentanan masyarakat miskin. Perbaikan database penerima bantuan, integrasi berbagai program bantuan sosial, dan peningkatan efektivitas penyaluran bantuan perlu terus dilakukan. Program seperti Kartu Prakerja dan Kartu Indonesia Sehat perlu dievaluasi dan ditingkatkan efektivitasnya.Upaya ini sejalan dengan SDG 1: No Poverty dan SDG 10: Reduced Inequalities.

    Beberapa inisiatif yang dapat dipertimbangkan berupa a) pengembangan sistem identifikasi penerima bantuan berbasis big data dan AI untuk meningkatkan akurasi targeting. b) Implementasi program jaminan penghasilan dasar (basic income) secara bertahap, dimulai dari daerah termiskin. c) Penguatan program pemberdayaan masyarakat yang berfokus pada pengembangan keterampilan dan penciptaan lapangan kerja. d) Perluasan cakupan program asuransi mikro untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah dari guncangan ekonomi.

  4. Pembangunan Infrastruktur BerkeadilanPembangunan infrastruktur harus dilakukan secara merata, tidak hanya terpusat di Jawa. Fokus pada pembangunan konektivitas antar pulau, pengembangan kawasan industri di luar Jawa, dan pemerataan akses listrik dan internet akan membuka peluang ekonomi baru di daerah tertinggal.Langkah ini mendukung SDG 9: Industry, Innovation, and Infrastructure dan SDG 11: Sustainable Cities and Communities.

    Beberapa proyek prioritas yang dapat dipertimbangkan: a) Percepatan pembangunan jalan tol trans-Sumatera, trans-Kalimantan, dan trans-Papua untuk meningkatkan konektivitas. b) Pengembangan pelabuhan hub internasional di Indonesia timur untuk mendorong perdagangan dan industri di wilayah tersebut. c) Implementasi program listrik mikrohidro dan tenaga surya untuk desa-desa terpencil. d) Pengembangan kawasan ekonomi khusus di luar Jawa dengan insentif khusus untuk investor.

  5. Reformasi Kebijakan Fiskal dan MoneterKebijakan fiskal dan moneter harus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan inklusif. Reformasi perpajakan yang progresif, insentif fiskal untuk investasi di daerah tertinggal, dan kebijakan moneter yang mendukung stabilitas makroekonomi perlu diimplementasikan secara konsisten.Ini sejalan dengan SDG 17: Partnerships for the Goals, terutama dalam hal penguatan mobilisasi sumber daya domestik.

    Beberapa langkah konkret yang dapat diambil: a) Implementasi sistem perpajakan progresif yang lebih adil, termasuk pengenaan pajak kekayaan untuk kelompok ultra-kaya. b) Pemberian insentif pajak yang lebih besar untuk investasi di sektor padat karya dan daerah tertinggal. c) Pengembangan instrumen keuangan inklusif, seperti obligasi pembangunan daerah (municipal bonds). d) Penguatan koordinasi kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga stabilitas makroekonomi sambil mendorong pertumbuhan inklusif.

  6. Pengembangan Sektor Pertanian dan AgribisnisSektor pertanian masih menjadi tulang punggung ekonomi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama di pedesaan. Modernisasi pertanian, pengembangan rantai nilai agribisnis, dan peningkatan akses petani terhadap teknologi dan pasar akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.Inisiatif ini mendukung SDG 2: Zero Hunger dan SDG 12: Responsible Consumption and Production.

    Beberapa program yang dapat diimplementasikan: a) Pengembangan sistem pertanian presisi berbasis IoT untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. b) Pembentukan koperasi petani modern yang terintegrasi dengan platform e-commerce. c) Investasi dalam penelitian dan pengembangan benih unggul dan teknologi pasca panen. d) Pengembangan agroforestri dan pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan melestarikan lingkungan.

  7. Pemberdayaan Perempuan dan Kelompok RentanPemberdayaan perempuan dan kelompok rentan lainnya seperti penyandang disabilitas dan masyarakat adat harus menjadi bagian integral dari strategi pemerataan ekonomi. Program-program seperti pelatihan kewirausahaan bagi perempuan, akses kredit mikro, dan perlindungan hak-hak kelompok rentan perlu diperkuat.Upaya ini sejalan dengan SDG 5: Gender Equality dan SDG 10: Reduced Inequalities.

    Beberapa inisiatif yang dapat dipertimbangkan: a) Implementasi kebijakan afirmatif untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam sektor formal dan posisi kepemimpinan. b) Pengembangan program mentoring dan inkubasi bisnis khusus untuk wirausaha perempuan. c) Penguatan perlindungan hukum dan sosial bagi pekerja rumah tangga dan pekerja migran. d) Implementasi program pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas untuk masyarakat adat.

  8. Penguatan Tata Kelola dan Pemberantasan KorupsiTata kelola yang baik dan bebas korupsi adalah prasyarat untuk pemerataan ekonomi yang efektif. Penguatan lembaga pemberantasan korupsi, transparansi anggaran, dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pembangunan harus terus ditingkatkan.Ini mendukung pencapaian SDG 16: Peace, Justice and Strong Institutions.

    Langkah-langkah konkret yang dapat diambil: a) Implementasi sisteme-governmentyang terintegrasi untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi layanan publik. b) Penguatan peran masyarakat sipil dalam pengawasan anggaran dan pelaksanaan proyek pemerintah. c) Reformasi birokrasi yang berfokus pada peningkatan integritas dan profesionalisme aparatur negara. d) Penerapan teknologi blockchainuntuk meningkatkan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

  9. Pengembangan Ekonomi Hijau dan BerkelanjutanTransisi menuju ekonomi hijau membuka peluang baru untuk pertumbuhan inklusif. Pengembangan energi terbarukan, ekowisata, dan industri ramah lingkungan dapat menciptakan lapangan kerja baru sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.Langkah ini sejalan dengan SDG 7: Affordable and Clean Energy, SDG 13: Climate Action, dan SDG 15: Life on Land.

    Beberapa inisiatif yang dapat diimplementasikan: a) Pengembangan cluster industri energi terbarukan, termasuk manufaktur panel surya dan turbin angin. b) Implementasi skema pembayaran jasa lingkungan (PES) untuk mendorong konservasi hutan dan sumber daya alam. c) Pengembangan program ekowisata berbasis masyarakat di daerah-daerah dengan keanekaragaman hayati tinggi. d) Investasi dalam teknologi pengelolaan limbah dan ekonomi sirkular.

  10. Penguatan Kerjasama Internasional dan Regional

Indonesia perlu memanfaatkan posisinya dalam forum internasional seperti G20 dan ASEAN untuk mendorong kerja sama ekonomi yang lebih adil dan inklusif. Negosiasi perjanjian perdagangan yang berpihak pada kepentingan nasional dan mendukung UMKM perlu terus dilakukan.

Ini mendukung SDG 17: Partnerships for the Goals.

Beberapa langkah strategis yang dapat diambil yakni a) Peningkatan peran Indonesia dalam inisiatif kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular. b) Negosiasi perjanjian perdagangan yang memperhatikan kepentingan UMKM dan sektor informal. c) Penguatan kerjasama regional dalam pengembangan rantai nilai industri strategis. d) Inisiasi forum kerjasama internasional untuk mengatasi isu-isu global seperti perubahan iklim dan ketimpangan digital.

Implementasi strategi-strategi di atas tentu bukan tanpa tantangan. Keterbatasan anggaran, kapasitas birokrasi, dan resistensi dari kelompok-kelompok kepentingan tertentu bisa menjadi hambatan. Namun, dengan komitmen politik yang kuat, partisipasi aktif masyarakat, dan kerjasama lintas sektor, Indonesia memiliki peluang besar untuk mewujudkan pemerataan ekonomi dan distribusi pendapatan yang lebih baik.

Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil benar-benar berdampak pada penurunan rasio Gini dan peningkatan IPM. Evaluasi berkala dan penyesuaian program berdasarkan evidensi lapangan sangat penting untuk memastikan efektivitas kebijakan. Sistem monitoring dan evaluasi yang kuat, didukung oleh data yang akurat dan real-time, perlu dikembangkan untuk memantau kemajuan dan mengidentifikasi area-area yang memerlukan intervensi lebih lanjut.

Peran sektor swasta juga tidak bisa diabaikan. Perusahaan-perusahaan besar perlu didorong untuk mengembangkan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang lebih strategis dan berdampak luas. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil dalam bentuk kemitraan publik-swasta (PPP) bisa menjadi model yang efektif untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan layanan publik.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*