Indonesia Resmi jadi Anggota BRICS, Bawa Peluang Sekaligus Tantangan Diplomatik

Ruli Inayah Ramadhoan, MSi, dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) (Dok.Istimewa)
Ruli Inayah Ramadhoan, MSi, dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) (Dok.Istimewa)

Indonesia resmi bergabung sebagai anggota BRICS pada 6 Januari 2025. BRICS, yang berdiri pada 2009, adalah organisasi kerja sama ekonomi antarnegara dan merupakan akronim dari Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa. Saat ini, BRICS memiliki 10 negara anggota dengan tujuan memberi pilihan bagi negara-negara di dunia akan wadah kerja sama ekonomi di luar tujuh negara terkaya global (G7).

Indonesia, yang dikenal sebagai negara dengan perekonomian dan populasi terbesar di Asia Tenggara, diterima berdasarkan visinya mengenai reformasi berbagai lembaga global dan komitmennya dalam memperkuat kerja sama selatan-selatan, sebagaimana dinyatakan dalam keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri Brasil.

Bergabungnya Indonesia ke dalam organisasi global itu menuai beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Ruli Inayah Ramadhoan, MSi, dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Ruli menilai keanggotaan Indonesia di BRICS merupakan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. “Bukan hanya Indonesia saja yang memiliki kepentingan untuk bergabung BRICS. Sebaliknya, BRICS juga punya kepentingan terhadap Indonesia,” kata Ruli, dilansir dari Suara Muhammadiyah, Rabu (15/1/2025).

Selain memiliki potensi pasar yang besar, lanjut Ruli, sebagai salah satu pemimpin di ASEAN, kehadiran Indonesia diharapkan akan mempengaruhi perilaku negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk turut serta bergabung dengan BRICS.

Peluang Bidang Politik dan Ekonomi

Ruli menilai, latar belakang bergabungnya Indonesia didorong adanya kepentingan nasional di bidang ekonomi dan politik yang akan membawa banyak keuntungan.

Baginya, BRICS bisa menjadi alternatif meningkatkan posisi tawar Indonesia di tengah perilaku standar ganda Barat, seperti penghentian distribusi CPO ke Uni Eropa dan pembatasan kuota ekspor oleh Amerika Serikat yang menjadi ancaman naiknya hambatan tarif dan non-tarif.

Hal itu akan membuka peluang ekonomi yang dapat mendukung target pertumbuhan ekonomi pemerintah. Menurut Ruli, tugas besar Indonesia adalah meningkatkan kualitas UMKM agar mampu menghasilkan produk-produk yang dapat bersaing di pasar internasional.

“Indonesia harus mampu menjadi negara besar, seperti China ataupun India yang mampu merebut pasar global lewat UMKM yang dimilikinya. Karena akses pasar global bagi produk lokal sudah terbuka lebar, apabila UMKM Indonesia masih belum siap, maka percuma,” paparnya.

Di sisi lain, menjadi anggota di BRICS akan berdampak pada meningkatnya peluang investasi. “Optimisme pemerintahan Presiden Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen bisa terealisasikan karena tingginya peluang untuk menarik investasi langsung dari negara-negara BRICS,” tutur Ruli.

Lebih lanjut, keanggotaan Indonesia di BRICS juga membuka peluang untuk berperan aktif dalam dialog komprehensif mengatasi tantangan global dan regional. Indonesia dapat berperan aktif menentukan arah kerja sama maupun arah kebijakan ekonomi yang saling menguntungkan. Selain itu juga meminimalisir potensi konflik atas perbedaan kepentingan antara negara anggota.

“Tidak kalah penting, mudah-mudahan dengan bergabungnya Indonesia dapat ikut menekan potensi ancaman keamanan akibat perselisihan antarnegara, seperti antara Tiongkok dengan India misalnya. Di samping itu juga akan menciptakan kontribusi yang saling menguntungkan pada terwujudnya stabilitas dan perdamaian dunia,” harap Ruli.

Bersiap Hadapi Tantangan Diplomatik

Namun, Ruli juga mengingatkan adanya tantangan diplomatik yang perlu dihadapi. Indonesia harus mampu menjaga keseimbangan hubungan dengan negara-negara great power, terutama Amerika Serikat dan sekutu Eropa.

“Jangan sampai eks unipolar tersebut merasa ‘ditinggalkan’. Indonesia harus mampu menjaga keseimbangan dan membangun kohesivitas dengan great power, khususnya Tiongkok dan Amerika Serikat,” tegasnya.

Ruli menjelaskan, bergabungnya Indonesia di BRICS akan berpotensi mendekatkan hubungan diplomatik dengan Tiongkok dan Rusia. Salah satunya masalah dedolarisasi oleh negara-negara BRICS yang mengancam legitimasi global akan kekuatan ekonomi Amerika Serikat.

“Oleh karena itu, agenda Indonesia berikutnya untuk bergabung bersama deretan negara-negara maju dalam OECD menjadi sangat penting. Ini sebagai upaya menyeimbangkan hubungan Indonesia dengan Barat dan BRICS, sekaligus menegaskan konsistensi politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif,” imbuhnya. []ron

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*