Di tengah meningkatnya persoalan limbah, terutama dari produk elektronik yang kian menumpuk, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menghadirkan gagasan segar dari salah satu akademisinya. Melalui pidato pengukuhan sebagai Guru Besar, Prof. Dr. Siti Mahsanah Budijati, S.T.P., M.T. menegaskan bahwa reverse logistics menjadi kunci penting dalam membangun sistem pengelolaan limbah yang berkelanjutan.
Pidato dengan tema “Model Integratif Pengelolaan Produk Akhir Masa Pakai (End-of-Life) dalam Kerangka Ekonomi Sirkular: Analisis Pendorong, Hambatan, dan Strategi Reverse Logistics” itu disampaikan di Amphitarium Kampus IV UAD pada Sabtu, 16 Agustus 2025.
Apa Itu Reverse Logistics?
Dalam paparannya, Prof. Siti Mahsanah menjelaskan, reverse logistics adalah proses mengembalikan produk dari konsumen ke titik asal untuk diproses kembali atau didaur ulang. Konsep ini, katanya, tidak sekadar soal pengelolaan limbah, tetapi juga strategi yang menyatukan efisiensi ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan tanggung jawab sosial.
“Insentif ekonomi, regulasi, dan kepedulian lingkungan adalah faktor pendorong utama implementasi reverse logistics. Namun hambatan seperti keterbatasan fasilitas, pengetahuan teknis yang minim, hingga inkonsistensi regulasi masih jadi tantangan besar,” jelasnya.
Fokus pada E-Waste
Salah satu yang menjadi perhatian khusus adalah limbah elektronik (e-waste), terutama ponsel bekas. Prof. Siti mengingatkan bahwa ponsel memiliki kandungan material bernilai tinggi sekaligus berbahaya, sehingga butuh penanganan lebih serius.
Penelitiannya menemukan bahwa regulasi pemerintah lebih berpengaruh dibandingkan insentif ekonomi dalam mendorong masyarakat berpartisipasi dalam program take-back. Meski begitu, pola pascakonsumsi masyarakat masih cenderung menyimpan atau menyumbangkan ponsel bekas daripada mengembalikannya.
“Bagi mahasiswa, kepedulian lingkungan ternyata bukan faktor utama. Justru aspek ekonomi, seperti uang saku dan latar belakang pendidikan, lebih menentukan keterlibatan mereka,” ungkapnya.
Selain perilaku konsumen, Prof. Siti juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara jalur formal dan informal dalam sistem pengelolaan e-waste. Menurutnya, jalur informal memang lebih lincah bergerak, namun rentan terhadap risiko kesehatan dan lingkungan. Karena itu, dibutuhkan sinergi agar keduanya bisa berjalan beriringan.
Lebih jauh, Prof. Siti menegaskan bahwa model integratif reverse logistics yang ia gagas bukan hanya relevan bagi dunia akademik, tetapi juga dapat memberi kontribusi nyata bagi masyarakat.
“Pengelolaan produk akhir masa pakai harus menjadi bagian dari kesadaran kolektif kita dalam membangun peradaban yang berkelanjutan,” pungkasnya.
Be the first to comment