UMY Jadi PTS Pertama Buka Program Spesialis Bedah

UMY Jadi PTS Pertama Buka Program Spesialis Bedah, Jawab Kebutuhan Dokter Ahli di Indonesia
UMY Jadi PTS Pertama Buka Program Spesialis Bedah, Jawab Kebutuhan Dokter Ahli di Indonesia

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mencatat sejarah baru dalam pendidikan tinggi kesehatan. Kampus yang dikenal progresif dalam pengembangan ilmu kedokteran ini resmi membuka Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Bedah, sekaligus menjadi perguruan tinggi swasta (PTS) pertama di Indonesia yang menghadirkan program spesialis di bidang bedah.

Keputusan pendirian ini mengantarkan UMY sejajar dengan kampus negeri yang lebih dulu memiliki pendidikan spesialis, sekaligus menegaskan komitmen Muhammadiyah dalam menghadirkan solusi nyata atas kekurangan dokter ahli di Indonesia.

Izin pendirian PPDS Bedah UMY diperoleh melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 766/B/O/2025 yang diterima pada Rabu (10/9). Dengan izin tersebut, UMY berhak membuka penerimaan mahasiswa baru mulai Tahun Akademik 2025/2026.

Wakil Rektor Bidang Pengembangan Universitas dan Al-Islam Kemuhammadiyahan UMY, Prof. Faris Al-Fadhat, Ph.D., menegaskan bahwa langkah ini lahir dari kebutuhan mendesak masyarakat serta arahan pemerintah untuk memperluas jumlah dokter spesialis di Indonesia.

“Sebaran dokter saja masih belum mencukupi, apalagi dokter spesialis. Pemerintah menargetkan 150 program studi PPDS baru, dan UMY termasuk yang paling progresif dengan mengajukan sepuluh program sekaligus. Bedah menjadi yang pertama disetujui karena telah kami ajukan sejak 2024,” ujarnya.

Untuk menjaga mutu, UMY menerapkan sistem seleksi berlapis. Dr. Bachtiar Dwi Kurniawan, S.Fil.I., MPA., Sekretaris Universitas, menjelaskan bahwa tahap awal berupa seleksi administrasi secara daring. Peserta yang lolos kemudian menjalani tes tertulis (akademik dan psikotes), pemeriksaan kesehatan di RS AMC, hingga wawancara dengan tim psikiatri dan program studi.

Syarat pendaftaran juga disusun sesuai standar nasional, mulai dari portofolio pekerjaan, publikasi ilmiah, ijazah dan transkrip nilai yang dilegalisasi, STR aktif, sertifikat profesi, hingga skor TOEFL minimal 500.

Soal biaya, Bachtiar menyebut UMY menyusun skema pembayaran yang sebanding dengan kualitas pendidikan. Biaya pendaftaran ditetapkan Rp5 juta, dengan SPP per semester Rp50 juta hingga semester kedelapan. “Total biaya memang besar, tetapi sebanding dengan fasilitas dan layanan akademik yang diterima,” tegasnya.

Keunggulan program ini terletak pada dukungan fasilitas dan jejaring yang luas. RS PKU Muhammadiyah Gamping ditetapkan sebagai rumah sakit utama, dengan dukungan RSUD Yogyakarta serta rumah sakit jejaring lainnya. UMY juga melengkapi kebutuhan residen dengan fasilitas penunjang, mulai dari asrama, ruang kerja, dapur, gym, karaoke, hingga sarana olahraga.

“Kami ingin residen tidak hanya fokus belajar, tetapi juga tetap sehat fisik dan mental,” kata Bachtiar.

Lebih jauh, UMY memastikan keberlanjutan mutu melalui sistem quality control yang ketat. Lulusan ditargetkan mampu menyelesaikan studi tepat waktu dengan kualitas akademik unggul serta kesiapan praktik di lapangan.

Pendirian PPDS Bedah bukan sekadar menambah deretan program studi. Langkah ini menegaskan visi UMY sebagai entrepreneurial university yang unggul di bidang kesehatan, sekaligus memperkuat kontribusi Muhammadiyah dalam pembangunan nasional.

Selain bedah, UMY tengah menunggu persetujuan sembilan program spesialis lain: Obstetri dan Ginekologi, Anestesiologi, Radiologi, Neurologi, Ortopedi, Kedokteran Keluarga, Kesehatan Mata, Kesehatan Anak, dan Penyakit Dalam.

Prof. Faris menegaskan, kehadiran PPDS Bedah akan memperkuat riset, inovasi, dan layanan medis, terutama di daerah rawan bencana yang membutuhkan penanganan bedah cepat dan profesional. “Kami ingin lulusan UMY tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga hadir memberi solusi atas persoalan kesehatan bangsa,” tandasnya.

Dengan capaian ini, UMY membuktikan bahwa perguruan tinggi Muhammadiyah mampu berperan sebagai pionir dalam menjawab tantangan kesehatan nasional. Langkah strategis tersebut bukan hanya meningkatkan reputasi akademik, tetapi juga menegaskan peran PTM dalam mewujudkan akses layanan kesehatan yang lebih merata bagi masyarakat Indonesia.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*